Friday 3 January 2020

“Perang Politik ke Pertarungan Politik”


“Perang Politik ke Pertarungan Politik”

Penghujung tahun 2019 tinggal hitungan jam lagi, kisah bahagia, sedih, tawa dan amarah menjadi satu ditahun dengan tensi politik yang tinggi dalam pemilihan presiden, wakil presiden dan pemilihan wakil rakyat baik pusat dan daerah. Kebihnekaan terkoyak, politik identitas yang kental, korban jiwa berjatuhan sebagai tumbal dalam menegakkan pilar demokrasi dalam gelora reformasi.
Tahun 2019 adalah tahun sejarah yang cukup berat dan bahkan sangat berat. Gesekan konflik horizontal karena perbedaan pilihan pada wakil rakyat dan presiden hampir saja mengorbankan keutuhan bangsa..Jika pemilihan presiden dan wakil rakyat hanya menyentuh pada perbedaan pilihan tentu tidak mengapa, tetapi semua itu harus diperuncing dengan isu-isu identitas, fitnah bahkan caci maki sudah biasa kita baca di media sosial.
Tercatat 554 orang yang terlibat dalam proses pemilhan harus kehilangan nyawa pada Pemilu 2019, belum ditambah dengan kerusakan-kerusakan fasilitas publik, hilangnya kerukunan antar bangsa dan pecahnya indenpendensi para abdi negara. Kubu 01 dan 02 seolah menjadi “trending topic” yang menggilas dan “menghambarkan” pemilihan wakil rakyat dipusat dan daerah. Tagar-tagar di media sosial bermunculan, para buzzer meraup untung, rakyat jelata menjadi korban dan keutuhan bangsa dipertaruhkan.
Masyarakat Indonesia selalu menjadi potensi dalam penggiringan opini, berdasarkan data Program for International Student Assessment (PISA) tingkat  budaya literasi orang Indonesia berada pada ranking 62 dari 70 negara, hal ini bisa terlihat bagaimana mudahnya masyarakat terjebak berita-berita hoax tanpa mengecek kebenarannya.
Yang paling menyedihkan pada tahun 2019  kasus asrama mahasiswa papua di Surabaya dimana konflik meluas dan masif sampai ke tanah Papua. Beberapa daerah di papua harus porak-poranda karena kerusuhan akibat berita hoax yang menggerakkan masyarakat yang tidak faham akar masalah. Bahkan pemerintah harus melakukan blokir terhadap internet dan media sosial untuk menekan menyebarnya berita hoax yang menyulut kerusuhan. Sebanyak 22 orang meninggal sia-sia karena kerusuhan bahkan sampai warga pendatang harus keluar dari Papua imbas dari kerusuhan tersebut. T
Tahun 2019 harus saya katakan adalah “Perang Baratayudha” dalam medan perang politik yang apinya cukup untuk membakar emosi hampir semua anak bangsa.
Tapi lagi-lagi kita semua harus sadar bahwa tidak ada yang abadi dalam politik. Yang abadi hanya kepentingan, selama kepentingan terakomodir maka lawanpun bisa jadi kawan. Drama kolosal ini telah dipertontonkan bahwa pemenang merangkul yang kalah, sementara penyorak sudah terlanjur terluka, berdarah dan tercerai berai dalam membela.
Selesai perang akbar politik nasional,  kita menghadapi lagi perang politik skala daerah yaitu pemilihan kepada daerah. Kota Bontang tahun 2020 akan menghadapi pertarungan politik memilih walikota dan wakil walikota. Baliho sudah bertebaran dan terpasang ditiap sudut jalan. Wajah lama dan wajah baru menghiasi dengan rayuan maut bagi para pemilih.
Bontang adalah kota kecil yang dalam dinamika politik cukup sengit dalam perebutan kursi kekuasaan. Masih ingat sejarah pemilihan kepala daerah Kota Bontang tahun 2006 terdapat riak-riak konflik pasca pemilihan kepala daerah yang saat ini sepatutnya harus diwaspadai semua pihak.
Cukup sudah pemilhan presiden dan wakil presiden tahun 2019 menjadi pelajaran pahit dan berharga agar tidak terulang pada pemilihan kepala daerah Kota Bontang. Jika dahulu dinamika politik lewat kampanye hitam hanya melalui selebaran dan sms saja, sekarang media sosial sangat ampuh menggerakkan dan menggalang massa sehingga kejadian tahun 2006 bisa saja terulang jika tidak disadari semua pihak.
Sosok yang akan bertarung didalam pemilihan kepala daerah juga diharapkan memberikan Pendidikan politik yang baik kepada masyarakat melalui cara-cara yang beradap. Tidak dengan menyuburkan kampanye hitam dan money politik tetapi adu gagasan dalam mengembangkan Kota Bontang kedepan. Bursa calon kepala daerah sudah bermunculan satu persatu “menawarkan” diri dengan ide yang masih belum menawarkan sesuatu yang “wah”. Entah ini hanya sebagai alat promosi atau mencoba melihat respon pasar, tetapi setidaknya memberikan dinamika bahwa banyak yang tertarik untuk memajukan Kota Bontang.
Data Indeks Pembangunan Manusia yang dikeluarakan Badan Pusat Statistik tahun 2018 Kota Bontang memperoleh nilai 79,86 naik 0,41 dari tahun 2017. Hal ini tentulah sangat menggembirakan bahwa kualitas manusia di Kota Bontang dapat diharapkan menjadi perekat dalam perbedaan khususnya ketika ada pemilihan kepala daerah dimana masyarakat sudah terkotak-kotak dalam pilihan politik.
Perbedaan pilihan politik pada tahun 2020 hal yang harusnya ditanggapi wajar dan biasa saja. Pemilhan kepala daerah adalah rutinitas lima tahunan dalam melihat kinerja dan harapan kedepan. Silahkan adu gagasan, adu program, adu inovasi dan adu argumen tetapi ingat adulah dalam kewarasan, karena sobeknya kerukunan di masyarakat sangat berharga untuk dipertahankan daripada hanya sekedar memilih kepala daerah. Jangan sampai 2020 menjadi perang politik seharusnya menjadi pertarungan politik. Perang hanya akan membakar dan menghancurkan, tetapi pertarungan akan melahirkan sportifitas bagi petarung. Selamat tahun baru 2020.

Sunday 19 February 2017

Masa lalu yang “sakit”


Siapapun orangnya saya rasa pernah merasakan sakit hati, bisa mendalam atau hanya sesaat. Semuanya dipastikan pernah. Kesakitan paling banyak kita terima biasanya hinaan, cacian, hancurnya hubungan asmara, pengkhianatan atau bahkan kegagalan. Ada saja pelampiasan ketika kita mulai dari makan, pergi ketempat karaoke, menangis, tidur atau yang lebih parah minum minuman beralkohol dan bahkan memakai obat terlarang.

Sakit hati memang tidak terlihat mata, dia hanya bisa dirasakan terasa sesak di dada seolah jutaan ton beban yang menghantam, air mata tak terbendung untuk tumpah ruah mengalir deras menganak sungai rasanya tentu setiap orang mempunyai dosis dalam kesakitannya.

Apakah sakit hati yang membuat kita menjadi tawanan dalam kegundahan. Berapa banyak orang yang menyerah dengan sakit hatinya, dengan menyia-nyiakan kesempatan hanya dengan meratapi dan bisa berakhir dalam meregang nyawa.

Sakit hati sifatnya lebih kepada psikologi, pengaruh kondisi lingkungan sangat besar perannya dalam membentuk seberapa kuatnya kita dalam menghadapinya. Kadang perasaan yang dominan menguasai diri, membuat kehilangan akal sehat untuk memenej diri dalam kesakit hatiannya.
Kita diberikan perasaan dan akal, tentu mempunyai makna. Salah satunya ketika kita terlalu menuruti akal maka yang terjadi adalah hilangnya rasa. Jika kita terlalu terbawa perasaan maka akan melumpuhkan akal serta mematikan daya nalar.

Patutlah kiranya kita banyak belajar, bahwa kesakit-hatian bukan semata diratapi atau dikenang dalam bingkai kehinaan. Sepatutnya menjadi bahan bakar untuk mendorong perubahan dan mengalahkan perasaan sakit yang tak terlihat mata.

Seberapa banyak orang yang saat ini terkenal, bangkit dari kesakitan masa lalu. Serta seperti lahir kembali dari keterpurukan yang rasanya tidak akan bisa berdiri dan berjalan lagi dimasa depan, nyatanya tidak. Bahkan saat ini mereka dengan tegak mengatakan saya pernah sakit masa lalu. Semakin sakit masa lalu, maka saya akan semakin kuat untuk masa depan.

Kita sepertinya belajar banyak dari kedua negara di Asia ini, Korea Selatan dan Jepang. Kesakitan masa lalu membuat mereka menjadi kekuatan dimasa kini, bahkan mungkin dimasa yang akan datang. Jepang pernah luluh lantak oleh bom yang dijatuhkan Amerika pada perang dunia II, yang menghancurkan Jepang sehingga tidak mungkin bangkit lagi. Begitu juga Korea, perang saudara 1953 membawa Korea Selatan dalam penderitaan berkepanjangan, yang memisahkan dua saudara dalam wilayah utara dan selatan, yang rasanya mungkin akan lama untuk bisa berdiri dan berjalan menjadi negara maju.

Tetapi nyatanya tidak, jika dilihat saat ini rasanya kedua negara itu tidak pernah mengalami kesakitan yang perih, mereka hanya butuh waktu setengah abad membuat decak kagum dunia. Kedua negara ini sangat dominan mengusai teknologi, sains dan gaya hidup di dunia.

Kesakitan-kesakitan yang dibayar dengan pantas sekarang. Bukan hanya bergumul dengan rundungan kesedihan serta nostalgia usang. Atau bahkan dengan kata “seandainya”. Kita sering sekali hidup dalam kenangan masa lalu dan sering hanya menjadi kejayaan yang sudah runtuh.
Kerutuhan seseorang jika selalu berpikir hidup dalam masa lalu sementara dia berdiri dimasa sekarang.

Bergegaslah bangkit dari kesedihan sakit hati, toh dia tak ada obatnya. Membawa kesakitan mengarungi waktu rasanya lebih bijak, pepatah yang mungkin ada benarnya “Hanya waktu yang mengobati sakit hati” tetapi kita harus melanjutkannya dengan berkata “Aku akan menghapusnya dalam ritme detik dan akan kuukir kemenangan dimasa depan.”

Selamat berhari senin, janganlah kepala sakit ketika mendengar hari ini. Ini adalah pembuka hari dan pembuka rezeki ditengah ketidakpastian. Ayo runtuhkan kesakitan yang masih tersisa didinding hati.





Wednesday 2 November 2016

Kotak Rezeki


Beberapa minggu belakangan ini pagi-pagi buta sudah sibuk berdendang ria di dapur. Mulai dari memotong, menggoreng dan menanak menjadi hal yang menarik diawal hari. Ya.. beberapa pekan kebelakang kami sudah mulai membawa bekal makananan untuk dibawa ke kantor.

Semua orang tentu tau, bagaimana kondisi keuangan negara dan daerah saat ini, semua sektor  penggerak ekonomi seolah-olah terseok dalam merangkak, berdiripun rasanya sudah kepayahan. Tak terkecuali di Kota Bontang.

Kota Taman sebutan untuk Bontang, anggaran belanja sangat bergantung dari tetesan APBN. Hingga dalam segala lini pembangunan infrastuktur harus berharap dari pusat. Proyeksi APBD tahun 2016 diperkirakan kurang lebih 1,9 Triliun, tetapi pada kenyataannya hingga akhir semester kedua terkoreksi menjadi kurang lebih 1,2 Triliun. Perlambatan ekonomi dengan turunnya harga Migas Dunia membuat Dana Bagi Hasil untuk daerah penghasil dan pengolah menjadi turun drastis.

Tentu ini menjadi pukulan telak bagi lini pemerintah daerah, terlebih lagi kualitas hidup masyarakat Kota Bontang yang sudah cukup tinggi. Keberadaan dua perusahaan besar yaitu PT.Badak NGL dan PT.Pupuk Kalimantan Timur, membuat harga pasar baik sandang maupun pangan menjadi berbanding lurus dengan pendapatan warganya.

Tapi tak usah terlalu memikirkan perlambatan ekonomi, saya pikir teori ekonomi juga selalu berlaku. Ketika nilai semakin tinggi maka titik jenuhnya tentu ada, sehingga perlahan menjadi turun. Mungkin inilah yang terjadi sekarang, faktor penurunan harga komoditi dunia tentu dipengaruhi banyak faktor global, seperti perang, stabilitas politik hingga tetek bengek disudut dunia yang secara tidak lansung berimbas ke Indonesia.

Sudahlah, bicara ekonomi dunia membuat saya pusing yang tidak ditanggung BPJS.  Kembali kedapur saja. Setiap pagi saya dan istri meyiapkan 4 bekal. Saya, istri, el dan adiknya. Tidak mau pusing, biasanya segala macam persiapan sudah dilakukan di hari minggu. Mulai dari membeli kepasar, mencuci, menyiangi sampai pada menyimpan rapat dalam wadah kedap lalu dimasukkan kedalam kulkas.

Sebenarnya saya untuk urusan makan, tidak ribet. Apa aja dimakan, yang penting halal. Hehehe… kebosanan makan diluar juga salah satu alasan membawa bekal. Menu yang itu-itu saja, aromanya sudah hafal dan rasanya belum masuk mulut sudah terasa ditenggorokan. Seenak-enaknya makanan diluar tentu akan kalah dengan masakah rumah. Hehehehe…

Hubungan membawa bekal dan perlambatan ekonomi apa ya ?, tentu semua sudah bisa menebak. Kondisi keuangan daerah yang memprihatinkan, beberapa pengeluaran rumah tangga tentu harus menyesuaikan. Beberapa bulan yang lalu salah satu tunjangan telah dilakukan rasionalisasi dengan penerimaan daerah. Jadi sebagai imbasnya, kamipun melakukan juga rasionalisasi anggaran belanja keluarga. Hehehe… Jika sehari makan siang bisa menghabiskan Rp.50.000, maka terkoreksi menjadi Rp.25,000.

Teorinya seperti itu, tetapi pada kenyataannya tentu kadang hal lain bisa timbul, seperti harus ke bengkel serta harus ganti ini itu dan banyak alasan lain lagi. Tapi tak apalah itulah hidup.

Seperti kata motivator, dimana ada kesulitan tentu disitu ada peluang. Perlambatan ekonomi ini tentu harus disikapi dengan kreatif, tidak pasif apalagi mengeluh terus menerus. Sebagai contoh menyikapinya adalah membawa bekal dari rumah untuk makan siang, sebagai teman tak lupa setermos kecil kopi racikan.

Dan tak lupa selalu mensyukuri apapun yang kita terima. Mungkin membijaki kenyataan tentu diperlukan dalam keadaan sekarang. Menyikapi bahwa apapun bentuk rezeki tetap disyukuri.

Lihat saja, ketika membawa bekal betapa mesranya saya dan istri menyiapkan. Saling membagi peran serta ajang mengajarkan pada anak bahwa abi dan umminya sangat peduli. Memperlihatkan bahwa abi dan umminya membuat masakan dengan rasa sayang, hingga nilai-nilai ini bisa terserap kedalam tingkah dan tuturnya terhadap abi dan umminya lagi. Dan tak kalah pentingnya, tentu lebih bersih dan sehat.

Bukankah seorang nakhoda handal tidak dilahirkan pada laut yang tenang. Sama dengan mengelola keluarga, cinta akan teruji dengan banyaknya kesulitan dan kekurangan.

Sudahlah, mari menikmati bekal yang dibuat dengan ketulusan istri untuk suami dan anak. Terasa sangat nikmat walaupun hanya sebaris lauk ditemani putihnya nasi. Terima kasih untuk yang Maha Kasih atas nikmat iman dan sehat dihari ini, hingga bisa menikmati sekotak rezekimu.


Tuesday 25 October 2016

RUANG SEMPIT ITU ISTANAKU




Lama nian tangan ini tidak pernah menulis, agak gaguk menumpahkan coretan dalam bentuk kata. Canggung tiap kalimat serasa tidak padu padan. Tapi tak apalah, lebih baik memulai daripada tidak., toh tulisan ini tidak akan pernah masuk situs berita online atau media nasional. Hehehe…

Saya akan bercerita tentang kerajaan…. Ya Kerajaanku, ukurannya hanya sekitar 2 meter x 2 meter. Disinilah saya merasa menjadi manusia seutuhnya. Hampir tak ada yang membatasi saya dalam berkreasi. 3 tahun yang lalu rasanya tak mungkin saya duduk disini, bermimpipun sepertinya tak beran.
Istanaku begitu kecil, hanya diisi satu buah komputer build up merk HP lama dan satu laptop Asus yang punya prosesor Core i7 (hihiihi). Didepanku berjejer buku-buku literatiur hukum, disampingnya berkas menggunung. Sebagai pelengkah dibawah meja berbagai berkas laporan notaris Bontang dan Kutai Timur berjejer berantakan.

Didepannya terdapat lukisan tangan si El dan gambar superhero yang dia sukai. Serta berjejer mainan hadiah paket cuky di KFC. Dan sebuah menempel didinding biru foto hasil print out Pangeran dan Putri kecilku tersenyum ceria.

Istanaku, aku dapat “bermain” apa saja disini. Berselancar ria di dunia internet, membahas permasalahan hukum, mendengarkan musik hingga belanja online, menulis sepertinya sangat jarang kulakukan dibilik ini. Tetapi yang menarik adalah melihat dunia dengan berbeda dari sudut ini.

Dalam “kotak” kecil ini mungkin ada rasa bosan, orang kadang mengatakan kepenatan dibelakang meja selalu tampak menjemukan, pekerjaan yang itu-itu saja, tidak berkembang hingga menjadi tua diantara tumpukan berkas. Tak ada salahnya berpendapat demikian. Tetapi bagi saya, dimanapun kita berada akan menjadi asyik, walaupun itu didalam ruang gelap dan penat.

Disudut istanaku ini, saya biasa menyiapkan amunisi dalam persidangan perdata yang ditujukan kepada Pemerintah Kota Bontang. ini yang menyenangkan. Semenyenangkan melihat Instagram teman yang berjalan ria kemana-mana, dengan foto yang fantastic.

Tak Peduli dimanapun kau berada, entah itu dibelakang meja, diatas motor, disebelah kompor atau didalam kapal. Dunia ini akan indah ketika mencari sisi menyenangkannya. Mencari pojok dimana kita berarti dan menemukan hati diantara ritme waktu. Sudut dimana dia tampak berbeda, tampak menyenangkan dan tampak engkau menjadi hamba hakiki.

Anda mungkin pernah membaca ketika Buya Hamka seorang ulama terkenal dimasanya menyelesaikan Tafsir Al-Azharnya dibalik jeruji besi, atau Soekarno dapat memikirkan dasar negara ketika dalam keteraringan.

Selamat menikmati istanamu kawan, jadilah raja diruang sempit yang mungkin terhimpit. Pastikan dirimu merdeka dan bebas. Melayang dalam ruang harapan dan mimpi, berenang dilautan doa dan tak lupa menatap hidup selalu berarti dalam tiap hembusan nafas.


“Bukankah jantung terus berdetak, didalam bilik yang sempit dan gelap karena ia tau bahwa detakannya membuat tuannya hidup.” Cayoooo…………….