Monday 7 April 2014

Tanpa Judul

Ku menangis dihati yang sendu

Terlelap beku memakai rona merah

Berharap angin akan datang

Diantara kegaduhan hari dan terik yang panjang


Ku melangkah dengan tujuan

Tersangkut diantara  penolakan

Terpaku memaksaku berdiam diri

dan
meremas hati yang gundah

Akan tangis esok diujung dunia


Ku tatap malam diantara pekatnya

Kuresapi semua yang telah terjadi

Kurengkuh nikmatMu dalam kegalauan

Terima kasih atas hidupku saat ini


Diantara tumpukan duri

Thursday 3 April 2014

Mengajar Lewat Keterbatasan Akal

Mulutnya komat kamit, entah apa yang dibaca. Hafalkah ia bacaan sholat atau hanya menirukan yang orang lakukan. Ia berdiri disudut belakang sebelah kanan masjid memakai kaos oblong dan celana panjang. Ia tidak mau bergabung dengan jamaah lainnya.

Setiap sholat tiba, ia selalu tepat waktu berada di masjid. Saya lihat tidak ada yang aneh dengan dia. Sebelum memasuki masjid, ia sibuk membasuh anggota badannya untuk wudhu. Tak ada yang aneh, wajahnya putih tirus. Badanya kurus dan mempunyai tinggi 165an. Usianya mungkin baru menginjak kepala tiga.

Sampai saat ini saya tidak pernah berkomunikasi dengan dia. Entah saya takut atau enggan. Saya lihat dia juga tidak pernah bercakap-cakap atau bercanda dengan orang. Dia sibuk sendiri dengan dunianya.

Pernah suatu ketika, sebelum wudhu dia duduk disudut pekarangan masjid saya dengar ia berbicara. Tapi anehnya dia berbicara entah dengan siapa. Ia asyik saja berbicara dengan bahasa daerah. Seolah-olah ada yang diajaknya bicara. Sekali kali ia serius dan selebihnya tertawa. Entah siapa temannya.

Ketika azhan berkumandang, dia hampir jarang absen. Apalagi sholat magrib, ia membuat shafnya sendiri dibelakang makmum. Saya penasaran tetapi saya juga tak pernah menanyakan siapa, darimana, anak siapa dan mengapa dia begitu.

Lain lagi yang satunya. Perawakannya pendek dan hitam. Tingkahnya seperti anak kecil. Ia juga tidak pernah ketinggalan sholat magrib. Lengkap dengan peci dan baju koko serta membawa sajadah.

Wajahnya terbilang sangar, tetapi jika diajak mengobrol dia seperti anak kecil. Tingkahnya yang dianggap orang keterbelakangan mental, menjadikan dia bahan olokan anak kecil. Setiap kali selesai sholat, dia mengejar anak-anak yang mengolok-oloknya sampai ke luar masjid.

yang lucunya, dia punya sendiri tempat favorit juga. Tetapi tak jauh dari shaf jamaah. Ketika shaf jamaah penuh hinga 4-5 shaf, maka ia tergabung dalam shaf jamaah. Semua gerakan imam diikutinya.

Dua saudara seiman ini memberiku sedikit lecutan didada. Yang saya tau rukun sholat salah satunya adalah yang berakal. Sementara 2 saudara ini mengalami gangguan akal, tetapi mereka lebih rajin memakmurkan masjid dibanding saya.

Rasanya malu dengan mereka, sebelum azhan mereka sudah asyik mengambil air wudhu untuk sholat berjamaah. Sementara saya kadang masih asyik didepan TV atau sibuk dengan pekerjaan. Padahal mereka tidak dibebankan kewajiban sholat. Sementara saya kadang tidak merasa berdosa meninggalkan sholat.

Saudaraku, entah dimana kesadaranmu. Ataukah engkau asyik menikmati duniamu. Yang pasti saya berdoa agar engkau cepat pulih dari kesadaranmu. Kehilangan akalmu tidak juga menghilangkan kehilangan imanmu. Engkau masih saja, khusuk dengan sholatmu. Engkau masih rajin melangkahkan kakimu menuju rumah Allah SWT.

Engkau mengajarkan tidak dengan ucap atau tutur katamu, tetapi dengan keadaanmu yang terbatas. Dengan ajakanmu seolah “mengolok” kami yang merasa normal. Ataukah engkau memang mengajarkan kami dengan keterbelakanganmu.


Wednesday 2 April 2014

Percayakan Ruh disembunyikan ? #sayaalami

Kali ini saya bercerita tentang yang supranatural. Percaya atau tidak, tapi itulah yang terjadi dan kami alami. Supranatural atau  gaib sesuatu yang sampai saat ini menjadi kontroversi antara percaya dan tidak. Antara ada dan tidak. Sebagai muslim tentunya harus dan wajib percaya yang gaib. Tetapi jika sudah bersentuhan dengan gaib, akalpun kadang tidak menerima.

Akhir tahun kemaren kejadian ini berlangsung. Hampir satu bulan lebih kira-kira peristiwa ini berlangsung. Saya punya keluarga yang entah kenapa hilang kesadaran. Dan beberapa hari lari, tak tau dimana keberadaanya. 

Ceritanya bermula ketika ada masalah keluarga yang membuat dia harus lari dari rumah. Beberapa hari kehilangan kontak, bahkan tidak ada kabar. Semua orang sibuk mencari kesana kesini, tetapi hasilnya sangat nihil. Tiba-tiba 3-4 hari setelah itu ada telepon dari kantor Polisi Balikpapan, menginformasikan bahwa ditemukan seorang wanita yang sedang linglung dan meronta-ronta. Awalnya keluarga saya ini ingin naik kapal ke sulawesi, tetapi ditanya tiket, dia hanya terdiam dan memberikan cincin emas yang dipakainya. Karena tak memilki tiket akhirnya petugas pelabuhan menurunkan dari kapal, seketika itu berteriak histeris dan meronta-ronta.

Setelah dijemput di Balikpapan. Harapan agar dia baik-baik saja, ternyata jauh dari pengharapan. Dia mulai diam seribu bahasa, tatapannya kosong. Berucappun susah. Lidahnya seolah terlipat. Yang saya ingat, dia hanya duduk diranjang dan memandangi jendela.

Orangtuanya pun tak dapat membendung air mata. Anaknya yang dahulu energik, periang dan pekerja keras kini bagai anak 3 tahun. Bahkan dia sudah tidak bisa mengenali orang lagi. Jadi setiap orang dikenalkan satu persatu. Dan jika berkomunikasi dengan dia, kita harus menepuk pundaknya agar tatapan matanya tertuju ke panggil.

Rasa tak percaya memang. Beberapa ahli alternatif didatangkan. Ada yang mengatakan dia ditahan mahluk halus. Sehingga jampi-jampi dibacakan, tetapi tidak ada perubahan. Bahkan sama saja. Yang anehnya, memasuki malam ke 2 dirumah dia kembali normal. Bisa berbicara seperti orang biasa. Bahkan marah-marah dan meminta ini itu. Tetapi beberapa jam kemudian dia kembali lagi seperti anak kecil.

Saya tidak melihat langsung ketika dia “tersadar”, tetapi menurut penuturan keluarga lainnya. Ketika “sadar” ia mengaku saudara  si keluarga saya. Dan bercerita menyembunyikan ruh si sakit, karena banyak masalah. Apabila tidak diselamatkan ruhnya maka bisa-bisa menjadi gila karena masalah yang hadapinya.

Rasanya tak percaya ketika mendengar cerita ini. Saya dan istripun berinisiatif untuk membawa keluarga tersebut ke ahli terapi agar di rukiah. Sebanyak 2 kali kami bawa dia untuk di rukiah, tetapi tidak ada kemajuan yang berarti.

Kondisi yang hampir berlangsung tiga mingguan ini hanya begitu saja. Seolah frustasi semua keluarga untuk mengobati. Yang sedikit membahagiakan, dia sudha bisa berkomunikasi walaupun terbata-bata. Dan menanyakan apapun yang ia ingin tahu. Permintaannya pun harus selalu dituruti, jika tidak ia akan “ngambek” dan mengamuk.

Suatu ketika ia “kerasukan” lagi. Kali ini yang memasukinya saudara laki-lakinya. Suaranya lembut dan santun. Begitu yang saya dengar. Ia bercerita bahwa ruh si “sakit” sedang dia titipkan dirumahnya. Dan nanti akan dikembalikan. 

Setelah hilang “kerasukannya” dia kembali lagi seperti sedia kala. Seperti anak kecil. Kadang-kadang anak-anak mengajari dia bernyanyi dan berjoget. Sehingga cobaan ini dijadikan sebagai penghibur dalam menunggu kesembuhannya.

Singkat cerita, ketika malam tahun baru 2014. Tiba-tiba.... Keluarga saya langsung SADAR. Dan normal kembali, rasa syukur dan bahagia dirasakan malam itu. Anak yang selama ini hilang kesadarannya kembali pulih seperti sedia kala.

Menurut ceritanya, dia beberapa lama memang tinggal disebuah rumah. Dia melihat bahwa rumahnya seperti rumah pada umumnya. Disitu ada 2 sosok yang mengaku sebagai saudaranya. Tiap hari dia selalu dinasehati agar selalu berbuat baik. Diapun merasa kesepian katanya, karena yang mengaku saudaranya sering keluar rumah. Tetapi saudara gaibnya berjanji akan mengembalikan dia, setelah waktunya tiba.


Tak percaya memang mendengar cerita ini, tetapi kejadian inilah yang saya alami dan rasakan sendiri. Sampai saat ini, semua tidak bisa saya masukkan ke akal sehat.  Dunia gaib yang selama ini saya percaya, ternyata bisa bersentuhan dengan kami. Wallahualam bissawab.

Tuesday 1 April 2014

Mengubah Keputusan Langit


Beberapa waktu lalu, sebuah gambar muncul di “dinding” facebook. Foto hitam putih, seperti printout hasil USG pada saat kehamilan. Dibawahnya tertulis "USG terakhir si"abang" baru sempat terbingkai... Mommy & daddy miss you so muchnak... Penjemput kami di syurga nanti. Amiinn Allahumma Amiiin... #10weeks#13feb2014 “. Dada langsung sesak kala membaca tulisan itu. Tak dapat kubayangkan bagaimana perasaannya ketika melihat foto yang dibingkai cantik, terlihat sangat sederhana dan begitu berarti.

Sebuah perjalanan yang masih tak berujung, dan tak tahu menunggu sampai kapan. Mereka sudah saya kenal sejak belasan tahun silam. Kisah cinta dan pengorbanan dalam menyatukan dua kutub bukan hal mudah. Terlebih mereka nikah diusia dini. jika tak salah  8 atau 9 tahun yang lalu mereka menikah. Tetapi sampai saaat ini belum kunjung mendapat keturunan.

Ikhtiar terakhir mereka yang saya pantau melalui facebook, adalah melakukan Program Bayi Tabung. Beberapa bulan mereka harus melakukan disiplin ekstra ketat. Makan ini itu tidak boleh dan harus melakukan berbagai terapi serta konsultasi. Beberapa kali saya sempat membaca tulisan yang dibuat, betapa beratnya melakukan Program Bayi Tabung. Saya anggap melakukan hal tersebut mudah, tinggal dipertemukan sel telur dan sperma lalu disuntikkan. Setelah itu beres, ternyata saya salah.

Program ini begitu sensitif jika saya amati ditiap tulisannya, rangkaian ritual yang dijalankan lebih berat dibanding menyuntikkan “zigot” ke rahim. Semua makanan haruslah bersifat organik dan steril, serta mengkonsumsi obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter.

Menurut dia, langkah ini dilakukan karena desakan orangtua yang sudah ingin mendapatkan keturunan. Maklum teman saya ini adalah anak satu-satunya dalam keluarga. Hingga kehadiran si kecil sangat dinantikan sebagai penghibur hati bagi mereka.  

Saya lupa memberi tahu dimana lokasi mereka melakukan PBT. Tepatnya di Surabaya, saya tak tau persis rumah sakit apa. Tetapi yang saya tau, tempat ini telah berhasil melakukan PBT kepada si goyang ngebor, Mbak Inul. Sehingga dia hamil dan mendapat keturunan. Disini juga terbilang lebih murah dibanding tempat lain, apalagi diluar negeri. Walaupun untuk ukuran saya, terbilang mahal, karena mencapai puluhan bahkan ratusan juta.

Selama beberapa bulan tinggal disana, mereka harus menyewa sebuah apartemen. Agar jarak konsultasi lebih dekat, dibanding harus bolak-balik Bontang – Surabaya. Sebuah pengorbanan yang harus saya acungi jempol.

Berita gembirapun menyeruak di facebook, ternyata PBT mereka membuahkan hasil. Bakal calon bayi sudah tertanam didalam rahim dan mengalami perkembangan. Badai haru dan bahagia menerpa kami juga, yang berjarak ribuan kilometer dari pulau Jawa. Sungguh perjuangan yang tidak sia-sia. Teriring doapun kami dan teman-teman panjatkan lewat ucapan, maupun tulisan di dinding facebook.

Tak selang berapa lama, berita suka cita ini harus berakhir nestapa. Di facebooknya tertulis bahwa kandungannya yang berusia sekitar 10 minggu tidak mengalami perkembangan dan harus direlakan. Bagaikan tersambar petir disiang hari berita ini kami dengar. Aroma bahagia yang sesaat kami dengar, kini harus berubah menjadi kesedihan mendalam. Betapa sakitnya cobaan ini pastinya. Jika kami yang tertimpa, tentu merasakan hal yang serupa. Sakit, sedih, kalut mengaduk menjadi satu didalam hati.

Pastinya menyalahkan takdir. Tentulah berkata tuhan tidak adil atau mungkin berfikir bahwa salah apa kami. Ini menjadi beban yang dipikul sekian tahun didalam hati. Mengeras dan membatu, entah sampai kapan ini hancur dan bebas dari belenggu takdir.

Mungkin itulah yang terjadi, tetapi sikap tegar tampaknya lebih disiapkan ketika harus mengalami hal demikian. Pengalaman beberapa temannya yang gagal dalam PBT membuat ia semakin bisa menerima kenyataan hidup ini.

Tidak semua manusia beruntung, dan bahkan banyak juga yang mengalami cobaan seperti ini. Beberapa teman saya yang saat ini berjuang untuk mendapatkan malaikan kecil, masih saja harus bertarung dengan jalannya masing-masing. Ada yang berobat medis dan alternatif. Semua sedang berjuang dengan takdirnya. Pertarungan antara garis tangan dan kehendak Tuhan. Semoga dengan pertarungan si Empunya hidup memberikan titik terang.

Saya teringat cerita seorang imam yang cukup dikenal di Bontang. Selama hampir 9 tahun ia berjuang untuk mendapatkan anak. Dia berkata sudah habis doa yang dipanjatkan dan semua usaha telah dijalankan. Jika Tuhan berkehendak kemana kami meminta pertolongan. Memasuki tahun ke sembilan, sepulang dari berobat di pulau jawa. Istrinyapun mengandung. Sungguh kuasa Allah.

Teman dan saudaraku. Kami memang tidak bisa merasakan apa yang kalian rasakan. Begitu mudahnya kami mendapat keturunan. Tidak memakai pengaman saja sudah bisa “jadi.” Tetapi engkau, segala cara, upaya doa dan ikhiar telah kau laksanakan. Belum juga turun kehendakNYA.
dari google.com

Pertarunganmu belumlah selesai, doa kami selalu menyertaimu ditiap sujud dan tengadah tangan kami. Agar bahagia yang kami rasakan dapat engkau rengkuh. Berbuatlah dan bersabarlah, itu saja pesan yang bisa kami titip ditiap penantian kalian. Buatlah Tuhan melirik kalian atas apa yang kalian rasakan. Mungkin Tuhan terlalu sayang kalian, sehingga kalian dapat lebih dekat dengan DIA. Mengadu, berkeluh kesah bahkan menangis. Tuhan sangat menantikan itu, ditiap sujud kalian.

Kalian adalah terkasih, ditunda sejenak agar kalian menjadi pecinta Tuhan. Ingat “Malaikat Kecil” kalian sedang menunggu untuk dikirim ke dunia. Semoga keputusan langit cepat berubah, sesuai dengan yang kalian mau...



Selamat berjuang dan berdoa...............aminnn