Saturday 19 July 2014

17 Tahun Dalam Cinta, Duka dan Kebersamaan Part 1 #17thfriendships



 
Alumni SMP N 2 Bontang Angkatan 1997


Sore ini terasa berbeda, senja yang mengumpulkan lagi semangat masa lalu. Yang terkadang tercerai berai oleh terjalnya hidup. Yang terkadang robek dengan cobaan yang bertubi-tubi dan terkadang terseret arus dari mimpi yang belum terwujud.

Semangat yang rasanya terulang 17 tahun silam. Ketika masih memakai celana pendek berwarna biru. Ya waktu SMP kala itu, takdir menemukan kami disebuah sekolah. Yang dahulu begitu sederhana, tetapi teduh dengan senyum polos kami.  Tingkah nakal dan usil kami kala itu masih selalu kami tutur melalui tawa  nostalgia. Cinta, tangis, bermain dan belajar itu yang dapat menggambarkan kami kala itu.

Separuh umur kami itulah kata yang terucap kala kami berkumpul untuk bernostalgia dan berbuka bersama. 17 tahun bukan waktu yang sebentar bagi kami untuk menjalin persahabatan. Konflik dan intrik juga ada menghiasi hubungan kami. Terkadang tidak ada sama sekali kontak, tak rajin bertegur sapa bahkan tidak tahu apa kabar. Tapi badai rindu akan bersua yang selalu membuncah. Badai yang dinanti kedatangannya setiap kali bertemu.

Sore ini (18/7) berbagai makanan terkumpul, mulai sate ayam, gulai kambing, es teller, bakso, mihun, gorengan serta teh panas melengkapi berbuka kami. Semua makanan ini, hasil saweran. Beberapa minggu memang sudah merencakan buka bersama ini. Sehingga koordinasi melalui media social begitu gencar diposting. Sehingga meminimalisir ada yang tidak menerima undangan.

Berbagai latar masalah dan masa lalu menghiasi perjalanan hidup kami masing-masing. Ada yang duka berlumur air mata dan bahagia bertahta intan. Itulah hidup memang, persahabatan ini membuat kami belajar banyak arti kehidupan, melalui pesan yang disampaikan lewat cobaan sahabat kami. Tak lupa, menyemangati sahabat yang sedang terpuruk menjadi arti bagi kami, dukungan berupa doa dan menyemangati selalu tak henti. 

Rasanya tak ada persaingan selama 17 tahun ini, semua mengerti dengan kondisi sahabatnya. Mendoakan yang terbaik bagi sahabat, selalu terlantun dalam doa-doa kami. Menyemangati hidup kami bersama seolah seperti nafas kami, tak henti dan bosan. Ya itulah kami, persahabatan yang terangkai melalui takdir tuhan, dibingkai dalam keberagaman suku, agama dan warna kulit. Bahkan saya berkata dalam hati “Memang kami dilahirkan dari rahim berbeda,  darah yang tak sama tetapi kami disatukan dengan cinta yang abadi.”

17 tahun silam
Siang itu saya berdiri didepan sekolah, terdiam sendiri tak ada satupun yang saya kenal. Sekolah ini terletak beberapa kilometer dari rumah saya. Ya Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Bontang. Kondisi sekolah baru berdiri beberapa tahun. Halaman terlihat gersang, pasir beterbangan dimana-mana. Sepatupun terlihat berwarna berbeda ketika harus beradu dengan halaman ini.
Memasukkan berkas untuk mendaftar disekolah ini agendaku siang itu. Ku gemgam map lusuh yang sudah diremas dari beberapa hari yang lalu. Didalamnya berisi lembaran-lembaran kertas syarat masuk sekolah ini. Bukan saya saja yang menunggu disini, beberapa puluh anak beserta orangtua sedang bercakap-cakap. Entah apa yang dibicarakan, seolah saya tak peduli.

Disudut sebuat tiang saya lihat seorang anak yang cukup besar seingat saya. Wajahnya tirus kulitnya putih dan tinggi. Saya beranikan diri untuk bertanya “Kenalkan saya Kurniawan ?” mungkin kata itu yang saya ucapkan 17 tahun lalu. Diapun tersenyum simpul “Saya Feri Hardian.”

Itu teman pertama yang saya kenal ketika berada di sekolah ini. Teman yang sampai saat ini masih tetap sebagai sahabat. 17 tahun yang silam terasa tak banyak berubah dari dia. Sikap dan tuturnya masih sama. Mungkin yang sedang dia pikirkan saya tak tau. Mungkin sejauh mana dia meniti kerikil tajam hidup yang saya tak tau. Atau mungkin tangis yang dia teriakkan dihatinya sayapun tak tau. Yang pasti dia masih tegak untuk hidupnya dan tentu untuk persahabatan kami.

(Cerita yang lain nanti ditulis... sabar)
****

Banyak cerita yang terbingkai dalam 17 tahun ini. Kelas kami memang penuh romantisme masa puber. Mulai dari belajar mencintai dan dicintai. Belajar mencapai nilai terbaik, hingga hukuman konyol yang harus kami jalani satu kelas.

Semua punya cerita hidup. Ya Kara, Thaya, Vita, Adri, Irma, Afdal, Yusuf, Akli, Feri kuadrad, Zakiah, Gondo, Junaid, Ardat, Lisa, Rahmat, Fitri Wong, Bunga Mei, Asnan dan banyak lagi yang rasanya tak bisa saya sebutkan satu-satu.

Saat ini semua telah banyak berubah, yang tak berubah tentu canda tawa diantara kami. Entah sampai kapan kami bersama, hanya umur yang memutus rantai diantara kami. Rantai yang dibangun dengan cinta yang kokoh.

Kawan, sahabat, saudara itu yang mungkin menggambarkan mereka dihati saya. Tak ada kata yang indah selain mengukir hari kedepan dengan saling menyemangati hidup. Karena dukungan kalian adalah energi yang tak terhingga bagi kita semua. Energi yang mengecas hidup yang mulai “lowbat” dan menggerakkan hati untuk selalu “move on”

Life must go on....  semoga kita selalu sehat dan panjang umur untuk membingkai kisah ini.... salam cinta untuk kalian semua.