Saturday 9 August 2014

Gaza Mumtazah Gadis Kecilku



Gaza Mumtazah

Nama yang kami berikan kepada gadis kecilku ini. Gaza seperti nama kota di Palestina, sehingga ia mempunyai tautan  hati dengan kota yang saat ini digempur oleh Israel. Juga mempunyai artinya Kuat dan Pejuang. Sedangkan Mumtazah berarti yang unggul dan memilki kelebihan dan istimewa. Hingga ia menjadi Pejuang kuat yang memiliki keistimewaan untuk agama ALLAH SWT SWT yaitu Islam

“La Haula Walaku Wata Illa Billa al-Aliyyil Adzim”
 (Tidak ada daya dan upacaya kecuali atas izin ALLAH SWT Maha Tinggi dan Maha Agung)
Begitulah ucap kala mencoba mengeluarkan calon bayi kami dari rahim. Kata yang selalu disebut ketika sakit memuncak dan meregang nyawa. Demi mengharap ridho Ilahi.


Jumat, 12 Syawal 1435/8 Agustus 2014

Tak ada yang sulit ketika semua permintaan hanya pada ALLAH SWT. Semua akan dibuat mudah, semua tampak sangat indah dan bahkan hati akan berbunga-bunga walaupun dalam badai cobaan. Begitulah pengalaman saya mendampingi istri dalam persalinan anak kedua.

Dari prediksi dokter menurut hasil monitor USG, kelahiran akan berlangsung sekitar tanggal 22 Agustus 2014. Jadi tanggal 12 Agustus di perkirakan baru masuk usia 9 bulan. Itulah manusia, hanya bisa mengira-ngira, tetap Yang Maha Kuasa yang memutuskan.

Sehari sebelum tanggal 8, Ading masih disibukkan dengan rutinitasnya bekerja. Tidak ada yang aneh kala itu, hanya sedikit kontraksi yang dirasakan ketika duduk didepan meja. Itupun masih bisa ditahan, bahkan aktifitas bekerja seolah tak terganggu. Berdagang juga masih lancar. Beberapa bulan ini memang dia, disibukkan berdagang alat kecantikan wajah Nano Spray. Sampai waktu melahirkan, bahkan barang pesanan belum diantar, jadilah pembelinya mengambil dirumah sakit.

Jumat, hari yang penuh berkah. Saya seperti biasa, bangun lalu tak lupa sholat malam dan melanjutkan sholat Subuh berjamaah di Masjid. Sepulang menyempatkan membaca Al-Quran. Sekitat pukul delapan pagi, saya bertanya pada si Ading, apakah mau bekerja hari ini. Hari ini waktu bekerja sempit, sehingga perlu persiapan agenda yang matang.

Pagi itu, kontraksi mulai datang lagi tetapi ini berbeda. Sudah sering datang, beberapa menit sekali. Sakitnya juga mulai bertambah, tapi kami menampik hari itu akan ada persalinan. Karena prediksi persalinan masih dua minggu lagi. Mungkin hanya kontraksi biasa saja.

Sakit yang datang dan hilang membuat sedikit kawatir juga. Sampai pukul 10 pagi, sakitnya kontraksi sudah mulai tak tertahan. Ading mulai mengatur nafas dan berjalan. Kadang memegang tulang ekor belakang, karena sakitnya sudah mulai menanjak.

Wajahnya tampak kesakitan, pucat dan keringat sudah mulai mengucur. Tak ada lagi senyum. Saya hanya mengingatkan “Selalu berdzikir sayang, semoga dimudahkan.”

Pergerakan rahim sudah mulai rutin, hingga pukul 11 siang. Mertua mendesak untuk segera membawa ading ke Rumah Sakit. Tetapi si Ading menolak, katanya dia masih bisa menahan. Dan takut ketika di RS harus menunggu lama. Pengalaman yang terjadi ketika melahirkan anak pertama. Ketika pertama sakit, kami langsung ke RS pada pukul 12 malam, ternyata baru bukaan satu. Hingga pukul 12 siang keesokaannya bukaan baru 2.  Ini yang menjadi pertimbangan si Ading, menahan hasrat ke RS lebih awal.

Sampai pukul 12 siang, saya harus bergegas ke Masjid. Sehabis mandi dan menggunting kuku serta sudah mencukur kumis. Kupakai baju koko abu-abu, sarung tenun serta songkok. Mertua sempat melarang ke masjid, karena takut jika ading nanti sudah tak tahan lagi. Saya bilang  “tidak apa-apa ma’.” Lalu ku pegang perut ading dan mendekatkan wajahku, kubisikkan pada calon dede “Sabar ya dek, tunggu papa pulang sholat dulu ya baru keluar.”

Kulangkahkan kaki menuju panggilan wajib Ilahi, dengan doa dan harap. Selepas mendengar Khutbah dan sholat. Saya masih menyempatkan sholat sunah untuk berdoa bagi kelancaran persalinan si ading.

******


Setibanya dirumah, saya lihat ading saya lihat duduk di sofa hijau menahan sakit. Tubuhnya berkucur keringat dan pucat pasi. Mertua lalu mengatakan “Bawa sudah istrimu ke Rumah Sakit.” Segera saja mengangkat tas kebutuhan pasca kelahiran yang sudah dipersiapkan ading. Kususun rapi di bagasi belakang. Kuganti pakaian dengan cepat. Kulihat ading, disiapkan ramuan madu bercampur telur kampung yang dikocok untuk diminum. Dalam kondisi kesakitan, ditenggaknya minuman itu sebagai stamina.

Kuda besi kupacu tidak begitu laju. Ading punya trauma kecelakaan, ketika awal mengandung anak kedua. Ada bekas luka di dahi yang sudah menjadi keloid. Kecelakaan yang mungkin akan diingat seumurh hidup. Mobil yang ditumpanginya sudah hancur dan tidak bisa diperbaiki lagi. Dahinya membentuk kaca depan mobil, hingga robek sepanjang 10 cm. Dan meretakkan kaca mobil. Sungguh ALLAH SWT masih menjaganya kala itu.

Didalam mobil, dia duduk disamping saya. Jalanan yang dilalui terasa sangat panjang.  Kulihat dia merintih kesakitan. Tangannya memegang gagang pintu. Suaranya merendah dan kadang melengking. Saya sarankan dia mengatur nafas setidaknya mengurangi ketegangan.

Hanya kami berdua yang menuju RSU Taman Husada Bontang. Mertua tidak mendampingi, karena harus menjaga si El dirumah.  

Ketika mobil sudah tepat berada di ruang Unit Gawat Darurat. Kuambil kursi dorong dengan cepat, ading lalu duduk. Dan langsung masuk ke Ruang Persalinan di lantai dua. Saya harus sibuk memarkir mobil yang menghalangi jalan dan mendaftarkan di loket pendaftaran. Itu resiko jika hanya berdua. Tak ada yang menemani ading diruang persalinan, hanya beberapa bidan saja.

Setelah urusan administrasi sudah selesai. Saya berlari ke lantai dua lagi, menemani ading. Saya lihat dia sudah berbaring. Di dalam ruang persalinan di RS ada 2 ranjang. Pada persalinan anak pertama, ading di ranjang sebelah kiri. Sekarang di ranjang sebelah kanan. Ruangan yang terbilang bersih dan rapi. Serta pelayanan yang begitu ramah.  

Sakitnya sudah memuncak. “Sakit da.” Ucap ading. “Banyak-banyak dzikir saja, semoga dimudahkan ALLAH SWT” jawabku. Waktu kala itu sudah pukul 14.00. Setelah itu, 4 orang bidan mulai memberikan intruksi. Satu orang memakai Alat Pelindung Diri lengkap, dengan sarung tangan karet, masker, pakaian seperti celemek serta memakai sepatu bots. Dialah seperti pemimpin diantara bidan yang lain.

Tak selang berapa lama, ketuban pecah dan menyembur. Warnanya  kehijauan. Bidan mengatakan “Dilihat dari ketubannya ini lewat bulan, tetapi kan belum nyampe sembilan bulan.” Perasaan yang membuat kami sedikit tegang.  Lalu dengan sigap bidan mengambil tindakan lagi “Saya periksa bukaannya” ucap pemimpin bidan itu. “Sudah bukaan 5 tipis” tambahnya lagi.

Rasa sakit sudah tak tertahan, beberapa saat itu. mulailah ading “mengeden.” Bidanpun mulai lagi memberikan instruksi “Ibu, kalau ada kontraksi baru ngeden ya.” Sakitpun mulai datang, saya tepat berada disamping kanannya. Suaranya menguat, wajahnya memerah dan peluh keringat membasahi wajah dan sekujur tubuh.

Nyeeekkkkkkkkk........... La Haula Walaku Wata Illa Billa al-Aliyyil Adzim” kata yang terucap dalam kesakitan yang teramat sangat dahsyat. “Pintar ibu ngedennya, ibu istrirahat ya kalau belum ada kontraksi” ujar pimpinan bidan. Kontraksi datang lagi, dengan sekuat tenaga ading “mengeden” untuk kedua kalinya. “Pinta bu, sedikit lagi ini bu” tambah bidan. Tak selang beberap saat, sakit yang ditunggu datang dan “Nyeeekkkkk....... La Haula Walaku Wata Illa Billa al-Aliyyil Adzim”. Lalu Kepala bayi keluar, setelah itu ditarik dan pecahlah tangisan  anak manusia pertama kali didunia..
Alhamdullillahi Robbil Alamin (Segala Puji Hanya Bagi ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam) ....  Kata yang tak henti kami ucapkan.

Setelah dibersihkan dan diberi sinar agar hanyat. Bidan mengatakan bahwa tali pusarnya terlilit dileher dan talinya begitu rapuh. Kami tak henti lagi mengucap syukur karena pertolongan ALLAH SWT SWT memang dekat. Ditambahkan bidan air ketuban sudah hijau, tali pusar terlilit dan rapuh jika lebih lama melahirkan, bisa berbahaya bagi ibu dan bayinya.

Setelah melihat “gadis kecil “ kami, rasa sakit yang ading rasakan perlahan sirna. Apalagi bidan juga berkata “Ibu, rahimnya bagus dan ringnya tidak ada sobekan jadi tidak perlu dijahit.” Rona bahagia terpancar lagi dari Ading. Karena pengalaman anak pertama harus mendapat 13 jahitan. Dan katanya lebih sakit dari melahirkan jika dijahit.

“Gadis kecil” lahir tepat di hari  Jumat yang penuh berkah, tanggal 8 Agustus 2014 pukul 14.10 WITA,  memiliki berat badan 3,3 kg, panjang 51 cm pada persalinan normal.


Kekecewaan terpancar jelas pada para penjenguk Gaza Mumtazah, karena tak dapat melihat si Kecil. Cukup lama “gadis kecil” kami dihangatkan. Menurut bidan suhu tubuhnya turun sehingga perlu diberi penghangat. Kondisi ketuban yang sudah menghijau dan suhu AC sentra RS yang dingin penyebab turunnya suhu tubuhnya. Alhamdulillah kondisi ini tidak perlu dikwatirkan. Tepat sabtu pukul 2 siang kami sudah pulang, membawa Gaza Mumtazah untuk dapat bertemu dengan Abang dan nenek yang sudah kangen.  
 


Semoga kelah “Gadis kami” menjadi wanita yang sholehah, berbakti kepada ALLAH SWT SWT, Rasullullah Muhammad SAW dan Kedua Orang tuanya. Aamminnnnn.........

Ahad, Bontang
07.40 Wita.