Gaza
Mumtazah
Nama yang kami
berikan kepada gadis kecilku ini. Gaza seperti nama kota di Palestina, sehingga
ia mempunyai tautan hati dengan kota
yang saat ini digempur oleh Israel. Juga mempunyai artinya Kuat dan Pejuang. Sedangkan
Mumtazah berarti yang unggul dan memilki kelebihan dan istimewa. Hingga ia
menjadi Pejuang kuat yang memiliki keistimewaan untuk agama ALLAH SWT SWT yaitu
Islam
“La Haula
Walaku Wata Illa Billa al-Aliyyil Adzim”
(Tidak ada daya dan upacaya kecuali atas izin ALLAH
SWT Maha Tinggi dan Maha Agung)
Begitulah ucap kala mencoba mengeluarkan
calon bayi kami dari rahim. Kata yang selalu disebut ketika sakit memuncak dan
meregang nyawa. Demi mengharap ridho Ilahi.
Jumat,
12 Syawal 1435/8 Agustus 2014
Tak ada yang
sulit ketika semua permintaan hanya pada ALLAH SWT. Semua akan dibuat mudah,
semua tampak sangat indah dan bahkan hati akan berbunga-bunga walaupun dalam
badai cobaan. Begitulah pengalaman saya mendampingi istri dalam persalinan anak
kedua.
Dari prediksi
dokter menurut hasil monitor USG, kelahiran akan berlangsung sekitar tanggal 22
Agustus 2014. Jadi tanggal 12 Agustus di perkirakan baru masuk usia 9 bulan. Itulah
manusia, hanya bisa mengira-ngira, tetap Yang Maha Kuasa yang memutuskan.
Sehari sebelum
tanggal 8, Ading masih disibukkan dengan rutinitasnya bekerja. Tidak ada yang
aneh kala itu, hanya sedikit kontraksi yang dirasakan ketika duduk didepan
meja. Itupun masih bisa ditahan, bahkan aktifitas bekerja seolah tak terganggu.
Berdagang juga masih lancar. Beberapa bulan ini memang dia, disibukkan
berdagang alat kecantikan wajah Nano Spray. Sampai waktu melahirkan, bahkan
barang pesanan belum diantar, jadilah pembelinya mengambil dirumah sakit.
Jumat, hari yang
penuh berkah. Saya seperti biasa, bangun lalu tak lupa sholat malam dan
melanjutkan sholat Subuh berjamaah di Masjid. Sepulang menyempatkan membaca
Al-Quran. Sekitat pukul delapan pagi, saya bertanya pada si Ading, apakah mau
bekerja hari ini. Hari ini waktu bekerja sempit, sehingga perlu persiapan
agenda yang matang.
Pagi itu,
kontraksi mulai datang lagi tetapi ini berbeda. Sudah sering datang, beberapa
menit sekali. Sakitnya juga mulai bertambah, tapi kami menampik hari itu akan ada
persalinan. Karena prediksi persalinan masih dua minggu lagi. Mungkin hanya
kontraksi biasa saja.
Sakit yang
datang dan hilang membuat sedikit kawatir juga. Sampai pukul 10 pagi, sakitnya
kontraksi sudah mulai tak tertahan. Ading mulai mengatur nafas dan berjalan. Kadang
memegang tulang ekor belakang, karena sakitnya sudah mulai menanjak.
Wajahnya tampak
kesakitan, pucat dan keringat sudah mulai mengucur. Tak ada lagi senyum. Saya hanya
mengingatkan “Selalu berdzikir sayang,
semoga dimudahkan.”
Pergerakan rahim
sudah mulai rutin, hingga pukul 11 siang. Mertua mendesak untuk segera membawa
ading ke Rumah Sakit. Tetapi si Ading menolak, katanya dia masih bisa menahan. Dan
takut ketika di RS harus menunggu lama. Pengalaman yang terjadi ketika
melahirkan anak pertama. Ketika pertama sakit, kami langsung ke RS pada pukul
12 malam, ternyata baru bukaan satu. Hingga pukul 12 siang keesokaannya bukaan
baru 2. Ini yang menjadi pertimbangan si
Ading, menahan hasrat ke RS lebih awal.
Sampai pukul 12
siang, saya harus bergegas ke Masjid. Sehabis mandi dan menggunting kuku serta
sudah mencukur kumis. Kupakai baju koko abu-abu, sarung tenun serta songkok. Mertua
sempat melarang ke masjid, karena takut jika ading nanti sudah tak tahan lagi. Saya
bilang “tidak apa-apa ma’.” Lalu ku pegang perut ading dan mendekatkan
wajahku, kubisikkan pada calon dede “Sabar
ya dek, tunggu papa pulang sholat dulu ya baru keluar.”
Kulangkahkan
kaki menuju panggilan wajib Ilahi, dengan doa dan harap. Selepas mendengar
Khutbah dan sholat. Saya masih menyempatkan sholat sunah untuk berdoa bagi
kelancaran persalinan si ading.
******
Setibanya dirumah,
saya lihat ading saya lihat duduk di sofa hijau menahan sakit. Tubuhnya berkucur
keringat dan pucat pasi. Mertua lalu mengatakan “Bawa sudah istrimu ke Rumah Sakit.” Segera saja mengangkat tas
kebutuhan pasca kelahiran yang sudah dipersiapkan ading. Kususun rapi di bagasi
belakang. Kuganti pakaian dengan cepat. Kulihat ading, disiapkan ramuan madu
bercampur telur kampung yang dikocok untuk diminum. Dalam kondisi kesakitan,
ditenggaknya minuman itu sebagai stamina.
Kuda besi kupacu
tidak begitu laju. Ading punya trauma kecelakaan, ketika awal mengandung anak
kedua. Ada bekas luka di dahi yang sudah menjadi keloid. Kecelakaan yang
mungkin akan diingat seumurh hidup. Mobil yang ditumpanginya sudah hancur dan
tidak bisa diperbaiki lagi. Dahinya membentuk kaca depan mobil, hingga robek sepanjang
10 cm. Dan meretakkan kaca mobil. Sungguh ALLAH SWT masih menjaganya kala itu.
Didalam mobil,
dia duduk disamping saya. Jalanan yang dilalui terasa sangat panjang. Kulihat dia merintih kesakitan. Tangannya memegang
gagang pintu. Suaranya merendah dan kadang melengking. Saya sarankan dia
mengatur nafas setidaknya mengurangi ketegangan.
Hanya kami
berdua yang menuju RSU Taman Husada Bontang. Mertua tidak mendampingi, karena
harus menjaga si El dirumah.
Ketika mobil
sudah tepat berada di ruang Unit Gawat Darurat. Kuambil kursi dorong dengan cepat,
ading lalu duduk. Dan langsung masuk ke Ruang Persalinan di lantai dua. Saya harus
sibuk memarkir mobil yang menghalangi jalan dan mendaftarkan di loket
pendaftaran. Itu resiko jika hanya berdua. Tak ada yang menemani ading diruang
persalinan, hanya beberapa bidan saja.
Setelah urusan
administrasi sudah selesai. Saya berlari ke lantai dua lagi, menemani ading. Saya
lihat dia sudah berbaring. Di dalam ruang persalinan di RS ada 2 ranjang. Pada persalinan
anak pertama, ading di ranjang sebelah kiri. Sekarang di ranjang sebelah kanan.
Ruangan yang terbilang bersih dan rapi. Serta pelayanan yang begitu ramah.
Sakitnya sudah
memuncak. “Sakit da.” Ucap ading. “Banyak-banyak dzikir saja, semoga dimudahkan
ALLAH SWT” jawabku. Waktu kala itu sudah pukul 14.00. Setelah itu, 4 orang
bidan mulai memberikan intruksi. Satu orang memakai Alat Pelindung Diri lengkap,
dengan sarung tangan karet, masker, pakaian seperti celemek serta memakai
sepatu bots. Dialah seperti pemimpin diantara bidan yang lain.
Tak selang
berapa lama, ketuban pecah dan menyembur. Warnanya kehijauan. Bidan mengatakan “Dilihat dari ketubannya ini lewat bulan,
tetapi kan belum nyampe sembilan bulan.” Perasaan yang membuat kami sedikit
tegang. Lalu dengan sigap bidan
mengambil tindakan lagi “Saya periksa
bukaannya” ucap pemimpin bidan itu. “Sudah
bukaan 5 tipis” tambahnya lagi.
Rasa sakit sudah
tak tertahan, beberapa saat itu. mulailah ading “mengeden.” Bidanpun mulai lagi
memberikan instruksi “Ibu, kalau ada kontraksi baru ngeden ya.” Sakitpun mulai
datang, saya tepat berada disamping kanannya. Suaranya menguat, wajahnya
memerah dan peluh keringat membasahi wajah dan sekujur tubuh.
“Nyeeekkkkkkkkk........... La Haula Walaku Wata Illa Billa al-Aliyyil
Adzim” kata yang terucap dalam kesakitan yang teramat sangat dahsyat. “Pintar
ibu ngedennya, ibu istrirahat ya kalau belum ada kontraksi” ujar pimpinan
bidan. Kontraksi datang lagi, dengan sekuat tenaga ading “mengeden” untuk kedua
kalinya. “Pinta bu, sedikit lagi ini bu” tambah bidan. Tak selang beberap saat,
sakit yang ditunggu datang dan “Nyeeekkkkk.......
La Haula Walaku Wata Illa Billa
al-Aliyyil Adzim”. Lalu Kepala bayi keluar, setelah itu ditarik dan pecahlah
tangisan anak manusia pertama kali
didunia..
Alhamdullillahi
Robbil Alamin (Segala Puji Hanya Bagi ALLAH SWT, Tuhan Semesta Alam) .... Kata yang tak henti kami ucapkan.
Setelah dibersihkan
dan diberi sinar agar hanyat. Bidan mengatakan bahwa tali pusarnya terlilit
dileher dan talinya begitu rapuh. Kami tak henti lagi mengucap syukur karena
pertolongan ALLAH SWT SWT memang dekat. Ditambahkan bidan air ketuban sudah
hijau, tali pusar terlilit dan rapuh jika lebih lama melahirkan, bisa berbahaya
bagi ibu dan bayinya.
Setelah melihat “gadis
kecil “ kami, rasa sakit yang ading rasakan perlahan sirna. Apalagi bidan juga
berkata “Ibu, rahimnya bagus dan ringnya tidak ada sobekan jadi tidak perlu
dijahit.” Rona bahagia terpancar lagi dari Ading. Karena pengalaman anak
pertama harus mendapat 13 jahitan. Dan katanya lebih sakit dari melahirkan jika
dijahit.
“Gadis kecil”
lahir tepat di hari Jumat yang penuh
berkah, tanggal 8 Agustus 2014 pukul 14.10 WITA, memiliki berat badan 3,3 kg, panjang 51 cm pada
persalinan normal.
Kekecewaan
terpancar jelas pada para penjenguk Gaza Mumtazah, karena tak dapat melihat si
Kecil. Cukup lama “gadis kecil” kami dihangatkan. Menurut bidan suhu tubuhnya
turun sehingga perlu diberi penghangat. Kondisi ketuban yang sudah menghijau
dan suhu AC sentra RS yang dingin penyebab turunnya suhu tubuhnya.
Alhamdulillah kondisi ini tidak perlu dikwatirkan. Tepat sabtu pukul 2 siang
kami sudah pulang, membawa Gaza Mumtazah untuk dapat bertemu dengan Abang dan
nenek yang sudah kangen.
Semoga kelah “Gadis
kami” menjadi wanita yang sholehah, berbakti kepada ALLAH SWT SWT, Rasullullah
Muhammad SAW dan Kedua Orang tuanya. Aamminnnnn.........
Ahad, Bontang
07.40 Wita.