Beberapa minggu
belakangan ini pagi-pagi buta sudah sibuk berdendang ria di dapur. Mulai dari memotong,
menggoreng dan menanak menjadi hal yang menarik diawal hari. Ya.. beberapa pekan
kebelakang kami sudah mulai membawa bekal makananan untuk dibawa ke kantor.
Semua orang
tentu tau, bagaimana kondisi keuangan negara dan daerah saat ini, semua sektor penggerak ekonomi seolah-olah terseok dalam
merangkak, berdiripun rasanya sudah kepayahan. Tak terkecuali di Kota Bontang.
Kota Taman
sebutan untuk Bontang, anggaran belanja sangat bergantung dari tetesan APBN. Hingga
dalam segala lini pembangunan infrastuktur harus berharap dari pusat. Proyeksi
APBD tahun 2016 diperkirakan kurang lebih 1,9 Triliun, tetapi pada kenyataannya
hingga akhir semester kedua terkoreksi menjadi kurang lebih 1,2 Triliun. Perlambatan
ekonomi dengan turunnya harga Migas Dunia membuat Dana Bagi Hasil untuk daerah
penghasil dan pengolah menjadi turun drastis.
Tentu ini
menjadi pukulan telak bagi lini pemerintah daerah, terlebih lagi kualitas hidup
masyarakat Kota Bontang yang sudah cukup tinggi. Keberadaan dua perusahaan
besar yaitu PT.Badak NGL dan PT.Pupuk Kalimantan Timur, membuat harga pasar
baik sandang maupun pangan menjadi berbanding lurus dengan pendapatan warganya.
Tapi tak usah
terlalu memikirkan perlambatan ekonomi, saya pikir teori ekonomi juga selalu
berlaku. Ketika nilai semakin tinggi maka titik jenuhnya tentu ada, sehingga
perlahan menjadi turun. Mungkin inilah yang terjadi sekarang, faktor penurunan
harga komoditi dunia tentu dipengaruhi banyak faktor global, seperti perang,
stabilitas politik hingga tetek bengek disudut dunia yang secara tidak lansung
berimbas ke Indonesia.
Sudahlah, bicara
ekonomi dunia membuat saya pusing yang tidak ditanggung BPJS. Kembali kedapur saja. Setiap pagi saya dan
istri meyiapkan 4 bekal. Saya, istri, el dan adiknya. Tidak mau pusing,
biasanya segala macam persiapan sudah dilakukan di hari minggu. Mulai dari
membeli kepasar, mencuci, menyiangi sampai pada menyimpan rapat dalam wadah
kedap lalu dimasukkan kedalam kulkas.
Sebenarnya saya
untuk urusan makan, tidak ribet. Apa aja dimakan, yang penting halal. Hehehe… kebosanan
makan diluar juga salah satu alasan membawa bekal. Menu yang itu-itu saja,
aromanya sudah hafal dan rasanya belum masuk mulut sudah terasa ditenggorokan. Seenak-enaknya
makanan diluar tentu akan kalah dengan masakah rumah. Hehehehe…
Hubungan membawa
bekal dan perlambatan ekonomi apa ya ?, tentu semua sudah bisa menebak. Kondisi
keuangan daerah yang memprihatinkan, beberapa pengeluaran rumah tangga tentu
harus menyesuaikan. Beberapa bulan yang lalu salah satu tunjangan telah
dilakukan rasionalisasi dengan penerimaan daerah. Jadi sebagai imbasnya,
kamipun melakukan juga rasionalisasi anggaran belanja keluarga. Hehehe… Jika
sehari makan siang bisa menghabiskan Rp.50.000, maka terkoreksi menjadi
Rp.25,000.
Teorinya seperti
itu, tetapi pada kenyataannya tentu kadang hal lain bisa timbul, seperti harus
ke bengkel serta harus ganti ini itu dan banyak alasan lain lagi. Tapi tak
apalah itulah hidup.
Seperti kata
motivator, dimana ada kesulitan tentu disitu ada peluang. Perlambatan ekonomi
ini tentu harus disikapi dengan kreatif, tidak pasif apalagi mengeluh terus menerus. Sebagai contoh menyikapinya adalah membawa bekal dari rumah untuk makan siang, sebagai teman tak lupa setermos kecil kopi racikan.
Dan tak lupa
selalu mensyukuri apapun yang kita terima. Mungkin membijaki kenyataan tentu
diperlukan dalam keadaan sekarang. Menyikapi bahwa apapun bentuk rezeki tetap
disyukuri.
Lihat saja,
ketika membawa bekal betapa mesranya saya dan istri menyiapkan. Saling membagi
peran serta ajang mengajarkan pada anak bahwa abi dan umminya sangat peduli. Memperlihatkan
bahwa abi dan umminya membuat masakan dengan rasa sayang, hingga nilai-nilai
ini bisa terserap kedalam tingkah dan tuturnya terhadap abi dan umminya lagi. Dan tak kalah pentingnya, tentu lebih bersih dan sehat.
Bukankah seorang
nakhoda handal tidak dilahirkan pada laut yang tenang. Sama dengan mengelola
keluarga, cinta akan teruji dengan banyaknya kesulitan dan kekurangan.
Sudahlah, mari
menikmati bekal yang dibuat dengan ketulusan istri untuk suami dan anak. Terasa
sangat nikmat walaupun hanya sebaris lauk ditemani putihnya nasi. Terima kasih
untuk yang Maha Kasih atas nikmat iman dan sehat dihari ini, hingga bisa menikmati sekotak rezekimu.