Siapapun orangnya saya rasa pernah merasakan sakit
hati, bisa mendalam atau hanya sesaat. Semuanya dipastikan pernah. Kesakitan
paling banyak kita terima biasanya hinaan, cacian, hancurnya hubungan asmara,
pengkhianatan atau bahkan kegagalan. Ada saja pelampiasan ketika kita mulai
dari makan, pergi ketempat karaoke, menangis, tidur atau yang lebih parah minum
minuman beralkohol dan bahkan memakai obat terlarang.
Sakit hati memang tidak terlihat mata, dia hanya bisa
dirasakan terasa sesak di dada seolah jutaan ton beban yang menghantam, air
mata tak terbendung untuk tumpah ruah mengalir deras menganak sungai rasanya tentu
setiap orang mempunyai dosis dalam kesakitannya.
Apakah sakit hati yang membuat kita menjadi tawanan
dalam kegundahan. Berapa banyak orang yang menyerah dengan sakit hatinya,
dengan menyia-nyiakan kesempatan hanya dengan meratapi dan bisa berakhir dalam
meregang nyawa.
Sakit hati sifatnya lebih kepada psikologi, pengaruh
kondisi lingkungan sangat besar perannya dalam membentuk seberapa kuatnya kita
dalam menghadapinya. Kadang perasaan yang dominan menguasai diri, membuat kehilangan
akal sehat untuk memenej diri dalam kesakit hatiannya.
Kita diberikan perasaan dan akal, tentu mempunyai makna.
Salah satunya ketika kita terlalu menuruti akal maka yang terjadi adalah
hilangnya rasa. Jika kita terlalu terbawa perasaan maka akan melumpuhkan akal
serta mematikan daya nalar.
Patutlah kiranya kita banyak belajar, bahwa kesakit-hatian
bukan semata diratapi atau dikenang dalam bingkai kehinaan. Sepatutnya menjadi
bahan bakar untuk mendorong perubahan dan mengalahkan perasaan sakit yang tak
terlihat mata.
Seberapa banyak orang yang saat ini terkenal, bangkit
dari kesakitan masa lalu. Serta seperti lahir kembali dari keterpurukan yang
rasanya tidak akan bisa berdiri dan berjalan lagi dimasa depan, nyatanya tidak.
Bahkan saat ini mereka dengan tegak mengatakan saya pernah sakit masa lalu. Semakin
sakit masa lalu, maka saya akan semakin kuat untuk masa depan.
Kita sepertinya belajar banyak dari kedua negara di
Asia ini, Korea Selatan dan Jepang. Kesakitan masa lalu membuat mereka menjadi kekuatan
dimasa kini, bahkan mungkin dimasa yang akan datang. Jepang pernah luluh lantak
oleh bom yang dijatuhkan Amerika pada perang dunia II, yang menghancurkan Jepang
sehingga tidak mungkin bangkit lagi. Begitu juga Korea, perang saudara 1953
membawa Korea Selatan dalam penderitaan berkepanjangan, yang memisahkan dua saudara
dalam wilayah utara dan selatan, yang rasanya mungkin akan lama untuk bisa
berdiri dan berjalan menjadi negara maju.
Tetapi nyatanya tidak, jika dilihat saat ini rasanya
kedua negara itu tidak pernah mengalami kesakitan yang perih, mereka hanya
butuh waktu setengah abad membuat decak kagum dunia. Kedua negara ini sangat dominan
mengusai teknologi, sains dan gaya hidup di dunia.
Kesakitan-kesakitan yang dibayar dengan pantas
sekarang. Bukan hanya bergumul dengan rundungan kesedihan serta nostalgia usang.
Atau bahkan dengan kata “seandainya”. Kita sering sekali hidup dalam kenangan
masa lalu dan sering hanya menjadi kejayaan yang sudah runtuh.
Kerutuhan seseorang jika selalu berpikir hidup dalam
masa lalu sementara dia berdiri dimasa sekarang.
Bergegaslah bangkit dari kesedihan sakit hati, toh
dia tak ada obatnya. Membawa kesakitan mengarungi waktu rasanya lebih bijak,
pepatah yang mungkin ada benarnya “Hanya waktu yang mengobati sakit hati”
tetapi kita harus melanjutkannya dengan berkata “Aku akan menghapusnya dalam
ritme detik dan akan kuukir kemenangan dimasa depan.”
Selamat berhari senin, janganlah kepala sakit ketika
mendengar hari ini. Ini adalah pembuka hari dan pembuka rezeki ditengah
ketidakpastian. Ayo runtuhkan kesakitan yang masih tersisa didinding hati.