Thursday, 13 September 2012

Rasa itupun tiba

Kulihat senyum kecilnya, membuat energi dalam diriku tertumpah dan meluap. Gerakannya yang masih kaku, kadang membuat aku tertawa geli. Kelucuan sering kali menghiasi hari-hari kami, dengan tingkah jenakanya. Siapakah dia ?. Dia adalah anak pertama kami. Saat ini usianya sudah 9 bulan, tepat hari ini. Setiap melihatnya, saya selalu teringat ketika kami menunggunya.
Hampir 1 tahun kami menunggu kedatangannya,  memang sesuatu yang menegangkan. Setiap awal bulan, selalu saja istriku berujar “Sudah isi ngak ya.” Sehingga alat pengecekan kehamilan selalu siap-siap digunakan, apabila sudah “telat.”
 Setiap bulan pasca pernikahan selalu saja begitu, sehingga menjadi rutinitas rutin diawal bulan.  Istriku selalu saja sedih ketika, yang ditunggu tak kunjung datang. Selalu ku kuatkan “Sayang, apapun takdir yang Allah berikan kepada kita, aku siap menerima. Jika kita diberikan anak, ya aku sangat bersyukur. Kalaupun tidak, ya saya bertabah.”  Kata-kata itu selalu saja kukatakan ketika yang ditunggu tak kunjung menyapa, sehingga sedikit menghapus kegalauannya.
Mengisi hari-hari menegangkan, kami selalu jalan-jalan mengelilingi Kota Bontang, maupun bermotor ria ke luar kota. Tujuannya mengisi hari-hari kami. Saya berharap bergembira setiap saat, sedikit melupakan keresahan istriku dalam penantiannya.
Bulan berganti bulan, yang ditunggupun tak kunjung “nongol.” Tepat satu tahun pernikahan kami, tepatnya 20 februari 2011. Dihari pernikahan itu, kami merayakannya dengan makan malam ditempat yang selalu membawa kenangan. Kulihat hari itu, dia sangat gembira. Senyumnya yang lebar tak sedikitpun ada beban disana.
“Oh, istriku. Bersabarlah” Bisikku dalam hati. Semoga Allah menjawab doa-doamu, yang kau panjatkan disetiap penghujung sholatmu.
Menjelang awal bulan maret, kulihat istriku cemas sekali. Dengan tergopoh-gopoh, diteleponnya aku dari tempat kerjanya. “Sayang, saya telat nih” ujarnya. Saya lalu bertanya “Sudah, berapa hari ?”. diapun langsung menyambar “baru dua hari.” Sayapun hanya tersenyum dan mengatakan, ya sudah kalo baru telatnya 5 hari baru kita periksa ya.
Diapun langsung mengatakan untuk menyiapkan tespak, agar dapat mengecek siapa tau hamil katanya. Sayapun langsung mengiyakannya. Pemeriksaan kehamilan dengan menggunakan tespak haruslah dilakukan pada pagi hari. Tes dilakukan pada air seni yang pertama keluar.
Malam begitu sangat panjang terasa. kulihat dia, tidak tidur dengan nyenyak, selalu saja menanyakan sudah pukul berapa.
Detik yangdilalui bagaikan bergerak sangat lambat, sehingga malam itu terasa sangat membuat gusar untuk dilalui. Lalu Kulihat dia lalu bergegas ke kamar mandi, geraknya yang begitu gesit. Dia hanya tersenyum simpul, ketika kulihat tingkahnya. Yang sedikit aneh pagi ini.
Rasa penasaranku semakin memuncak, bagaimana hasil testnya. Apakah akan ada garis yang menunjukkan tanda kehamilan. Selalu saja hatiku berkata harus siap, aku menerima jika tidak ada tanda itu.
Tak berselang lama, istriku berdiri didepan pintu kamar. Kulihat wajahnya lesu dan berkata “Sayang, aku hamil”. Terkejut aku mendengarnya, tanpa berkata-kata aku bagai tak percaya. Akhirnya penantian kami terkabul. Doa-doa yang kami panjatkan selama ini telah terjawab. Tanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik sudah dititipkan. Lengkaplah semua rizky yang kami dapat.
Istriku lalu berujar lagi, tapi garis yang kedua belum jelas.  Sayapun membesarkan istri “Mungkin, baru 3 hari telatnya, sehingga belum jelas”. Dia lalu meminta sepulang kerja nanti, mengantar ke dokter spesialis kandungan. Untuk dapat meyakinkan dan berkonsultasi.
Sepulang kerja, langsung kutancap motor menuju klinik praktek dokter spesialis kandungan. Ingat sekali nama dokter yang berparas tampan itu, dokter Khairul sapaannya. Kamipun menunjukkan hasil test yang kami lalukan dirumah, dan meminta sarannya. Dengan nada lembut dan sedikit tersenyum dia menjelaskan bahwa kami terlalu bersemangat dan tak sabar. Menurut dia 3 hari belum dapat menentukan kehamilan. Test pack yang dipakai belum akurat seratus persen, hanya sembilan puluh sembilan persen. Bisa jadi satu persen yang terlihat, menurut dia bisa jadi karena kondisi emosi dan hormon.
Jadi sarannya, kami bersabar menunggu. Apabila satu minggu masih belum datang “bulanan”nya, dapat datang menemuinya lagi.
Dengan sedikit kecewa, kamipun pulang kerumah. Selalu saja kukuatkan istriku, bahwa memiliki anak bukan seperti membeli barang di toko. Bisa tinggal tunjuk yang dimau, tetapi memiliki anak adalah keputusan yang kuasa. Sehingga tidak ada yang tahu itu. Tugas kita hanya menyakinkan Allah bahwa kita pantas untuk dititipkan amanah, dengan jalan berdoa dan berikhtiar.
Seminggu telah berlalu, wajah cemas selalu saja nampak kulihat diwajah cantiknya. Saya hanya mengusap rambut ketika kudapati cemas itu.
Kami memutuskan lagi untuk membeli tespak, untuk meyakinkan kembali. Mungkinkah yang ditunggu sudah tiba. Wajah kalut bercampur mengaduk dibatin kami berdua, sampai pada pagi hari yang ditunggu.
Garis yang dinanti-nanti akhirnya muncul dengan sangat jelas. Kami bak mendapat lotre ketika melihat itu. Segera saja mengucap syukur kepada tuhan, atas karunia yang kami terima. Luapan kegembiraan melutup-letup serasa tak percaya, akan kejadian ini. Istri saya meneteskan air mata sambil tersenyum.
Kulihat  dia begitu bahagia, sayapun hanyut dalam luapan emosinya. Mengalir diantara nadi-nadiku yang beranak pada kedua ujung mata ini. Mengalirlah tetesan yang tak terasa jatuh. Air mata bagai tak dapat membendung pompa jantung yang semakin cepat.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Selalu itu yang terucap. Kata-kata itu cukuplah menggambarkan kegembiraan di hari itu.
Satu tahun saja, kami menunggu kedatangan buah hati. Selalu membuat gusar. Bagaimana pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun, yang menanti buah hati tak kunjung tiba. Ya Allah semoga meraka Engkau mudahkan dalam mendapatkan keturunan. Agar dapat merasakan perasaan yang kami rasakan ini. Kuatkanlah mereka dengan sabar dan sholat, agar tabah dalam penantian yang berujung kegembiraan.
Kegembiraan ketika mendengar, indahnya amanah yang kau berikan. Indahnya melihat makhluk yang kau titipkan ketika tertawa, tersenyum dan menangis.
Oh, semoga kau selalu sehat anakku, hingga kau tiba bertemu dengan Ummi dan Abimu di dunia. Tunggulah sebentar anakku, sabarlah didalam rahim karena kesabaran selalu berbuah manis.

Foto : Istriku saat hamil 7 bulan

4 comments:

Sayi said...

ntah giliranku kapan..ataukah tak akan pernah terjadi..? :)

selamat ya, awang..

PS : robotnya tolong diilangin dong, mau komen jadi ribet..

kurniawan said...

InsyaAllah mbak, saya doakan.. robot apaan ? gimana cara ilanginnya.. suer ngak tau...

Sayi said...

masuk ke setting, trus ke posts and comments, di words verivicationnya di buat NO...

Sayi said...

eh, udah ilang nih robotnya.. :)