Beberapa
waktu lalu, sebuah gambar muncul di “dinding” facebook. Foto hitam putih, seperti
printout hasil USG pada saat kehamilan. Dibawahnya tertulis "USG terakhir
si"abang" baru sempat terbingkai... Mommy & daddy miss you so
muchnak... Penjemput kami di syurga nanti. Amiinn Allahumma
Amiiin... #10weeks#13feb2014 “. Dada langsung sesak kala membaca tulisan itu. Tak dapat kubayangkan bagaimana
perasaannya ketika melihat foto yang dibingkai cantik, terlihat sangat
sederhana dan begitu berarti.
Sebuah
perjalanan yang masih tak berujung, dan tak tahu menunggu sampai kapan. Mereka sudah
saya kenal sejak belasan tahun silam. Kisah cinta dan pengorbanan dalam
menyatukan dua kutub bukan hal mudah. Terlebih mereka nikah diusia dini. jika
tak salah 8 atau 9 tahun yang lalu
mereka menikah. Tetapi sampai saaat ini belum kunjung mendapat keturunan.
Ikhtiar
terakhir mereka yang saya pantau melalui facebook, adalah melakukan Program
Bayi Tabung. Beberapa bulan mereka harus melakukan disiplin ekstra ketat. Makan
ini itu tidak boleh dan harus melakukan berbagai terapi serta konsultasi. Beberapa
kali saya sempat membaca tulisan yang dibuat, betapa beratnya melakukan Program
Bayi Tabung. Saya anggap melakukan hal tersebut mudah, tinggal dipertemukan sel
telur dan sperma lalu disuntikkan. Setelah itu beres, ternyata saya salah.
Program
ini begitu sensitif jika saya amati ditiap tulisannya, rangkaian ritual yang
dijalankan lebih berat dibanding menyuntikkan “zigot” ke rahim. Semua makanan
haruslah bersifat organik dan steril, serta mengkonsumsi obat-obatan yang
dianjurkan oleh dokter.
Menurut
dia, langkah ini dilakukan karena desakan orangtua yang sudah ingin mendapatkan
keturunan. Maklum teman saya ini adalah anak satu-satunya dalam keluarga. Hingga
kehadiran si kecil sangat dinantikan sebagai penghibur hati bagi mereka.
Saya
lupa memberi tahu dimana lokasi mereka melakukan PBT. Tepatnya di Surabaya,
saya tak tau persis rumah sakit apa. Tetapi yang saya tau, tempat ini telah
berhasil melakukan PBT kepada si goyang ngebor, Mbak Inul. Sehingga dia hamil
dan mendapat keturunan. Disini juga terbilang lebih murah dibanding tempat lain,
apalagi diluar negeri. Walaupun untuk ukuran saya, terbilang mahal, karena mencapai
puluhan bahkan ratusan juta.
Selama
beberapa bulan tinggal disana, mereka harus menyewa sebuah apartemen. Agar
jarak konsultasi lebih dekat, dibanding harus bolak-balik Bontang – Surabaya. Sebuah
pengorbanan yang harus saya acungi jempol.
Berita
gembirapun menyeruak di facebook, ternyata PBT mereka membuahkan hasil. Bakal
calon bayi sudah tertanam didalam rahim dan mengalami perkembangan. Badai haru
dan bahagia menerpa kami juga, yang berjarak ribuan kilometer dari pulau Jawa. Sungguh
perjuangan yang tidak sia-sia. Teriring doapun kami dan teman-teman panjatkan
lewat ucapan, maupun tulisan di dinding facebook.
Tak
selang berapa lama, berita suka cita ini harus berakhir nestapa. Di facebooknya
tertulis bahwa kandungannya yang berusia sekitar 10 minggu tidak mengalami
perkembangan dan harus direlakan. Bagaikan tersambar petir disiang hari berita
ini kami dengar. Aroma bahagia yang sesaat kami dengar, kini harus berubah
menjadi kesedihan mendalam. Betapa sakitnya cobaan ini pastinya. Jika kami yang
tertimpa, tentu merasakan hal yang serupa. Sakit, sedih, kalut mengaduk menjadi
satu didalam hati.
Pastinya
menyalahkan takdir. Tentulah berkata tuhan tidak adil atau mungkin berfikir
bahwa salah apa kami. Ini menjadi beban yang dipikul sekian tahun didalam hati.
Mengeras dan membatu, entah sampai kapan ini hancur dan bebas dari belenggu
takdir.
Mungkin
itulah yang terjadi, tetapi sikap tegar tampaknya lebih disiapkan ketika harus mengalami
hal demikian. Pengalaman beberapa temannya yang gagal dalam PBT membuat ia
semakin bisa menerima kenyataan hidup ini.
Tidak
semua manusia beruntung, dan bahkan banyak juga yang mengalami cobaan seperti
ini. Beberapa teman saya yang saat ini berjuang untuk mendapatkan malaikan
kecil, masih saja harus bertarung dengan jalannya masing-masing. Ada yang
berobat medis dan alternatif. Semua sedang berjuang dengan takdirnya. Pertarungan
antara garis tangan dan kehendak Tuhan. Semoga dengan pertarungan si Empunya
hidup memberikan titik terang.
Saya
teringat cerita seorang imam yang cukup dikenal di Bontang. Selama hampir 9
tahun ia berjuang untuk mendapatkan anak. Dia berkata sudah habis doa yang
dipanjatkan dan semua usaha telah dijalankan. Jika Tuhan berkehendak kemana
kami meminta pertolongan. Memasuki tahun ke sembilan, sepulang dari berobat di
pulau jawa. Istrinyapun mengandung. Sungguh kuasa Allah.
Teman
dan saudaraku. Kami memang tidak bisa merasakan apa yang kalian rasakan. Begitu
mudahnya kami mendapat keturunan. Tidak memakai pengaman saja sudah bisa “jadi.”
Tetapi engkau, segala cara, upaya doa dan ikhiar telah kau laksanakan. Belum juga
turun kehendakNYA.
|
dari google.com |
Pertarunganmu
belumlah selesai, doa kami selalu menyertaimu ditiap sujud dan tengadah tangan
kami. Agar bahagia yang kami rasakan dapat engkau rengkuh. Berbuatlah dan
bersabarlah, itu saja pesan yang bisa kami titip ditiap penantian kalian. Buatlah
Tuhan melirik kalian atas apa yang kalian rasakan. Mungkin Tuhan terlalu sayang
kalian, sehingga kalian dapat lebih dekat dengan DIA. Mengadu, berkeluh kesah
bahkan menangis. Tuhan sangat menantikan itu, ditiap sujud kalian.
Kalian
adalah terkasih, ditunda sejenak agar kalian menjadi pecinta Tuhan. Ingat “Malaikat
Kecil” kalian sedang menunggu untuk dikirim ke dunia. Semoga keputusan langit
cepat berubah, sesuai dengan yang kalian mau...
Selamat
berjuang dan berdoa...............aminnn