Tuesday 1 April 2014

Mengubah Keputusan Langit


Beberapa waktu lalu, sebuah gambar muncul di “dinding” facebook. Foto hitam putih, seperti printout hasil USG pada saat kehamilan. Dibawahnya tertulis "USG terakhir si"abang" baru sempat terbingkai... Mommy & daddy miss you so muchnak... Penjemput kami di syurga nanti. Amiinn Allahumma Amiiin... #10weeks#13feb2014 “. Dada langsung sesak kala membaca tulisan itu. Tak dapat kubayangkan bagaimana perasaannya ketika melihat foto yang dibingkai cantik, terlihat sangat sederhana dan begitu berarti.

Sebuah perjalanan yang masih tak berujung, dan tak tahu menunggu sampai kapan. Mereka sudah saya kenal sejak belasan tahun silam. Kisah cinta dan pengorbanan dalam menyatukan dua kutub bukan hal mudah. Terlebih mereka nikah diusia dini. jika tak salah  8 atau 9 tahun yang lalu mereka menikah. Tetapi sampai saaat ini belum kunjung mendapat keturunan.

Ikhtiar terakhir mereka yang saya pantau melalui facebook, adalah melakukan Program Bayi Tabung. Beberapa bulan mereka harus melakukan disiplin ekstra ketat. Makan ini itu tidak boleh dan harus melakukan berbagai terapi serta konsultasi. Beberapa kali saya sempat membaca tulisan yang dibuat, betapa beratnya melakukan Program Bayi Tabung. Saya anggap melakukan hal tersebut mudah, tinggal dipertemukan sel telur dan sperma lalu disuntikkan. Setelah itu beres, ternyata saya salah.

Program ini begitu sensitif jika saya amati ditiap tulisannya, rangkaian ritual yang dijalankan lebih berat dibanding menyuntikkan “zigot” ke rahim. Semua makanan haruslah bersifat organik dan steril, serta mengkonsumsi obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter.

Menurut dia, langkah ini dilakukan karena desakan orangtua yang sudah ingin mendapatkan keturunan. Maklum teman saya ini adalah anak satu-satunya dalam keluarga. Hingga kehadiran si kecil sangat dinantikan sebagai penghibur hati bagi mereka.  

Saya lupa memberi tahu dimana lokasi mereka melakukan PBT. Tepatnya di Surabaya, saya tak tau persis rumah sakit apa. Tetapi yang saya tau, tempat ini telah berhasil melakukan PBT kepada si goyang ngebor, Mbak Inul. Sehingga dia hamil dan mendapat keturunan. Disini juga terbilang lebih murah dibanding tempat lain, apalagi diluar negeri. Walaupun untuk ukuran saya, terbilang mahal, karena mencapai puluhan bahkan ratusan juta.

Selama beberapa bulan tinggal disana, mereka harus menyewa sebuah apartemen. Agar jarak konsultasi lebih dekat, dibanding harus bolak-balik Bontang – Surabaya. Sebuah pengorbanan yang harus saya acungi jempol.

Berita gembirapun menyeruak di facebook, ternyata PBT mereka membuahkan hasil. Bakal calon bayi sudah tertanam didalam rahim dan mengalami perkembangan. Badai haru dan bahagia menerpa kami juga, yang berjarak ribuan kilometer dari pulau Jawa. Sungguh perjuangan yang tidak sia-sia. Teriring doapun kami dan teman-teman panjatkan lewat ucapan, maupun tulisan di dinding facebook.

Tak selang berapa lama, berita suka cita ini harus berakhir nestapa. Di facebooknya tertulis bahwa kandungannya yang berusia sekitar 10 minggu tidak mengalami perkembangan dan harus direlakan. Bagaikan tersambar petir disiang hari berita ini kami dengar. Aroma bahagia yang sesaat kami dengar, kini harus berubah menjadi kesedihan mendalam. Betapa sakitnya cobaan ini pastinya. Jika kami yang tertimpa, tentu merasakan hal yang serupa. Sakit, sedih, kalut mengaduk menjadi satu didalam hati.

Pastinya menyalahkan takdir. Tentulah berkata tuhan tidak adil atau mungkin berfikir bahwa salah apa kami. Ini menjadi beban yang dipikul sekian tahun didalam hati. Mengeras dan membatu, entah sampai kapan ini hancur dan bebas dari belenggu takdir.

Mungkin itulah yang terjadi, tetapi sikap tegar tampaknya lebih disiapkan ketika harus mengalami hal demikian. Pengalaman beberapa temannya yang gagal dalam PBT membuat ia semakin bisa menerima kenyataan hidup ini.

Tidak semua manusia beruntung, dan bahkan banyak juga yang mengalami cobaan seperti ini. Beberapa teman saya yang saat ini berjuang untuk mendapatkan malaikan kecil, masih saja harus bertarung dengan jalannya masing-masing. Ada yang berobat medis dan alternatif. Semua sedang berjuang dengan takdirnya. Pertarungan antara garis tangan dan kehendak Tuhan. Semoga dengan pertarungan si Empunya hidup memberikan titik terang.

Saya teringat cerita seorang imam yang cukup dikenal di Bontang. Selama hampir 9 tahun ia berjuang untuk mendapatkan anak. Dia berkata sudah habis doa yang dipanjatkan dan semua usaha telah dijalankan. Jika Tuhan berkehendak kemana kami meminta pertolongan. Memasuki tahun ke sembilan, sepulang dari berobat di pulau jawa. Istrinyapun mengandung. Sungguh kuasa Allah.

Teman dan saudaraku. Kami memang tidak bisa merasakan apa yang kalian rasakan. Begitu mudahnya kami mendapat keturunan. Tidak memakai pengaman saja sudah bisa “jadi.” Tetapi engkau, segala cara, upaya doa dan ikhiar telah kau laksanakan. Belum juga turun kehendakNYA.
dari google.com

Pertarunganmu belumlah selesai, doa kami selalu menyertaimu ditiap sujud dan tengadah tangan kami. Agar bahagia yang kami rasakan dapat engkau rengkuh. Berbuatlah dan bersabarlah, itu saja pesan yang bisa kami titip ditiap penantian kalian. Buatlah Tuhan melirik kalian atas apa yang kalian rasakan. Mungkin Tuhan terlalu sayang kalian, sehingga kalian dapat lebih dekat dengan DIA. Mengadu, berkeluh kesah bahkan menangis. Tuhan sangat menantikan itu, ditiap sujud kalian.

Kalian adalah terkasih, ditunda sejenak agar kalian menjadi pecinta Tuhan. Ingat “Malaikat Kecil” kalian sedang menunggu untuk dikirim ke dunia. Semoga keputusan langit cepat berubah, sesuai dengan yang kalian mau...



Selamat berjuang dan berdoa...............aminnn

No comments: