Mulutnya komat
kamit, entah apa yang dibaca. Hafalkah ia bacaan sholat atau hanya menirukan
yang orang lakukan. Ia berdiri disudut belakang sebelah kanan masjid memakai
kaos oblong dan celana panjang. Ia tidak mau bergabung dengan jamaah lainnya.
Setiap sholat
tiba, ia selalu tepat waktu berada di masjid. Saya lihat tidak ada yang aneh
dengan dia. Sebelum memasuki masjid, ia sibuk membasuh anggota badannya untuk wudhu.
Tak ada yang aneh, wajahnya putih tirus. Badanya kurus dan mempunyai tinggi
165an. Usianya mungkin baru menginjak kepala tiga.
Sampai saat ini
saya tidak pernah berkomunikasi dengan dia. Entah saya takut atau enggan. Saya lihat
dia juga tidak pernah bercakap-cakap atau bercanda dengan orang. Dia sibuk
sendiri dengan dunianya.
Pernah suatu ketika,
sebelum wudhu dia duduk disudut pekarangan masjid saya dengar ia berbicara. Tapi
anehnya dia berbicara entah dengan siapa. Ia asyik saja berbicara dengan bahasa
daerah. Seolah-olah ada yang diajaknya bicara. Sekali kali ia serius dan
selebihnya tertawa. Entah siapa temannya.
Ketika azhan
berkumandang, dia hampir jarang absen. Apalagi sholat magrib, ia membuat
shafnya sendiri dibelakang makmum. Saya penasaran tetapi saya juga tak pernah
menanyakan siapa, darimana, anak siapa dan mengapa dia begitu.
Lain lagi yang
satunya. Perawakannya pendek dan hitam. Tingkahnya seperti anak kecil. Ia juga
tidak pernah ketinggalan sholat magrib. Lengkap dengan peci dan baju koko serta
membawa sajadah.
Wajahnya terbilang
sangar, tetapi jika diajak mengobrol dia seperti anak kecil. Tingkahnya yang
dianggap orang keterbelakangan mental, menjadikan dia bahan olokan anak kecil. Setiap
kali selesai sholat, dia mengejar anak-anak yang mengolok-oloknya sampai ke
luar masjid.
yang lucunya,
dia punya sendiri tempat favorit juga. Tetapi tak jauh dari shaf jamaah. Ketika
shaf jamaah penuh hinga 4-5 shaf, maka ia tergabung dalam shaf jamaah. Semua gerakan
imam diikutinya.
Dua saudara
seiman ini memberiku sedikit lecutan didada. Yang saya tau rukun sholat salah
satunya adalah yang berakal. Sementara 2 saudara ini mengalami gangguan akal, tetapi
mereka lebih rajin memakmurkan masjid dibanding saya.
Rasanya malu
dengan mereka, sebelum azhan mereka sudah asyik mengambil air wudhu untuk
sholat berjamaah. Sementara saya kadang masih asyik didepan TV atau sibuk
dengan pekerjaan. Padahal mereka tidak dibebankan kewajiban sholat. Sementara
saya kadang tidak merasa berdosa meninggalkan sholat.
Saudaraku, entah
dimana kesadaranmu. Ataukah engkau asyik menikmati duniamu. Yang pasti saya
berdoa agar engkau cepat pulih dari kesadaranmu. Kehilangan akalmu tidak juga
menghilangkan kehilangan imanmu. Engkau masih saja, khusuk dengan sholatmu. Engkau
masih rajin melangkahkan kakimu menuju rumah Allah SWT.
Engkau mengajarkan
tidak dengan ucap atau tutur katamu, tetapi dengan keadaanmu yang terbatas. Dengan
ajakanmu seolah “mengolok” kami yang merasa normal. Ataukah engkau memang
mengajarkan kami dengan keterbelakanganmu.
No comments:
Post a Comment