
Bulan berganti bulan, setiap bulan kmai lalui dengan pemeriksaan rutin. 3 dokter kandungan kami datangi untuk mencari yang cocok. Mencari dokter memang bukan perkara mudah, karena kadang selalu saja kami tak puas dengan penjelasan. Akhirnya kami menemukan satu dokter yang cocok, dan menurut teman-teman dokter tersebut sangat kaya akan pengalaman.
USG hampir tak pernah kami
lewatkan, teringat bulan kehamilan kedua. Istri saya meminta untuk dilakukan
USG, dokter yang memeriksa hanya tersenyum dan mengatakan “Ibu, terlalu cepat
USGnya.” Saya belum dapat memberikan informasi, jika kandunganya masih berusia
muda.
Anjuran itu, tak membuat istriku
surut. Ia mengatakan “Ngak papa dok, Cuma pengen liat aja.” Rasa haru begitu
sesak dalam dadaku, ketika kulihat layar berukuran 7 inci. Layar yang berwarna
hitam dengan hanya titik-titik putih. Dokter menjelaskan bahwa jantungnya telah
berdetak. Hampir tak percaya istriku, dia hanya memandang saya dengan tersenyum
haru. Kulihat butiran air mata sempat membasahi kelopak matanya. .
Oohh Tuhan, inikah karunia yang
begitu dahsyat kau titipkan. Dalam kandungan istriku, satu sejarah telah
terlukis. Kami harus menuangkan tinta dengan beragam warna, sehingga membentuk
gambar yang sempurna dan indah. Yang kaya akan warna serta bentuk, sehingga
sejarah akan tercetak indah.
Rasa syukur saya, tak hanya
sampai disitu. Alhamdulllah istriku tidak mengalami “ngidam”, atau bahasa
kerennya Morning sick. Sehingga
aktifitas bekerja tidak terganggu. Kulihat dengan bertambahnya, usia
kandungannya, ia semakin sulit untuk berdiri maupun berjalan.
Setiap malam tiba, ia tak bisa
tidur karena selalu kepanasan. Hanya kipas angin saja yang kami punya waktu
itu. Tidurpun selalu susah mencari posisi yang enak. Perut yang semakin
membesar membuat saya selalu iba melihatnya.
Pada masa kehamilan, istriku
sangat rajin mengkonsumsi berbagai suplemen terutama kalsium, habattussauda dan
sari kurma. Amalan rutin ini membuat ia sehat dalam beraktifitas, sehingga badannya
selalu tampak segar.
Jarak kantor istri saya bekerja
cukup jauh, jika dihitung dapat ditempuh 30 menit dengan jarak 25 km, arah
selatan Kota Bontang. Sebenarnya dapat ditempuh dengan cepat, jika melewati
jalan perusahaan PT.Badak, tetapi karena bukan jalan umum. Akhirnya saya harus
memutar lewat jalan ke utara dulu, baru menuju ke selatan yaitu Kelurahan
Bontang Lestari.
Untungnya saat pulang, istri saya
dapat menumpang pada teman kantor yang membawa mobil. Untuk dapat diturunkan di
depan Supermarket yang cepat saya jangkau. Sungguh “petualangan” yang
mengasikkan menikmati hari-hari menunggu.
Memasuki usia sembilan bulan,
saya selalu deg-degan. Dalam hati saya selalu bertanya, apakah saya dapat
melalui proses persalinan istri ?. ketakutan yang saya rasakan juga dialami
oleh istri, dan ternyata lebih besar dari yang saya rasakan.

Tepat 5 hari sebelum hari kelahiran
prediksi dokter, saya harus tugas ke samarinda. Saya meminta ijin kepada istri,
karena tugas kantor saya harus meninggalkan selama 2 hari. Kulihat ia was-was
sekali ketika pesan itu saya sampaikan. Dengan wajah yang sedikit masam, iapun
mengijinkan. Agar dia merasa aman, kuputuskan untuk mengantar kerumah
orangtuanya.
Setelah saya
disamarinda,tiba-tiba telepon berdering “sayang, saya ada bercak darah.” Saya
panik ketika itu,apakah sudah akan melahirkan pikir saya. Lalu saya menghubungi
teman yang berprofesi sebagai bidan untuk menanyakannya. Ia lalu menjawab,
memang begitu jika akan melahirkan tunggu saja, ketika merasakan sakit yang
rutin. Apalagi bertambah sakit, baru dibawa ke rumah sakit.
Dua hari kulewati tugas kantor
dan cepat saja pulang Bontang. Kulihat istriku berwajah tegang, mungkin takut
menghadapi persalinnya. 2 hari dirumah, belum juga ada tanda-tanda sakit yang
rutin. Sedangkan was-was selalu saja terlintas, sehingga tidurpun tak nyenyak
makan tak enak.
Tepat jam sembilan malam,
tiba-tiba istriku mengeluh “aduh, sakit.” Pikir saya harus dibawa ke dokter.
Tetapi ingat saran teman saya, jika sakitnya rutin dan bertambah baru dibawa.
Jika masih masih biasa, kemungkinan disuruh pulang.
Kontraksi pada waktu itu, setiap
setengah jam. Sampai pada pukul dua belas, istri saya mengatakan sakitnya sudah
tak bisa ditahan. Saya memutuskan langsung menelepon mobil bersalin, untuk
dapat segera datang. Segala sesuatu sudah saya siapkan, mulai dari baju, alat
mandi, pakaian bayi dan buku kontrol kehamilan. Selang 15 menit mobil yang
ditunggu tiba, langsung saja kami naik.
Setibanya dirumah sakit, dia lalu
diperiksa. Dan dokter mengatakan “ini, baru bukaan dua bu.” Istri saya
mengatakan bukaan dua aja sudah sakitnya seperti ini. Saya lalu berucap “kita
pasti bisa melaluinya.”
Setiap dua jam sekali,
pemeriksaan dilakukan tetapi, sampai pada pukul delapan pagi masih saja
bukaannya dua. Sayapun berinisiatif mengajar istri untuk berjalan-jalan. Dengan
memegang perut dia berjalan dengan tergopoh-gopoh dan kesakitan. Selalu saja
saya semangati dengan bahwa semua orang bisa melewati kitapun bisa.
Tepat jam 12 siang pemeriksaan
dilakukan lagi, saya langsung bertanya kepada bidan yang memeriksa. Dia mengatakan sudah bukaan ketiga. Saya lihat
istri saya selalu merintih kesakitan. Kasian melihatnya, tetapi semua memang
harus dijalani. Tak henti-hentinya doa terucap untuk keselamatan dan keberhasilan
persalinan ini.
Akhirnya tepat pukul tiga sore, dia
sudah tak tahan dan ingin buang air besar katanya. Sebelum saya antar ke kamar
kecil, saya bertanya dulu kepada bidan. Bidan berkata “itu bukan ingin buang
air besar, mungkin sudah waktunya.” Dengan sigap bidan memeriksa, dilihat air
sudah membasahi sarung yang dipakainya. Saya pikir mungkin ketubannya sudah
pecah. Bidan mengatakan untuk dibawa langsung menuju ranjang bersalin.
Istri saya masih saja meminta
mengantarnya ke kamar kecil. Saya lalu bilang sabar ya, dan mengatakan sakit
yang sangat sakit. “uda, sakit. Ading sudah tidak tahan” ujarnya. “sabar
sayang, harus kuat ya, nanti kita lihat dedenya.” Ucapku.
Kuseka keringat yang ada diwajahnya,
kulihat dia sudah pucat putih karena tidak tidur semalaman. Saya takut dia
tidak ada tenaga waktu proses bersalin. Selalu saja kuberi air putih untuk
minum, sebagai asupan tenaga.
Tak lama datanglah lima bidan,
untuk membantu persalinan. Dua bidan berada di kepala dan tiga bidan berada di
bawah. Dilihatnya bukaan sudah lengkap ini, ibu bisa “ngeden,” Istri saya lalu
mencoba untuk “ngeden,” tetapi sulit sekali. Bidan mengatakan “ibu, ngedennya
jangan sampai dileher saja. Ayo ibu bayinya sudah keliahatan.”
Istri sayapun mencoba lagi,
tetapi tidak berhasil. Keringat sebesar biji jagung keluar deras dipelipis
dahinya. “oh tuhan, tolonglah hambamu yang lemah ini. Kuatkan istriku ya Allah
SWT.” Tiba terdengan suara muntah dari dia, semua makanan keluar dari mulutnya.
Suasana cemaspun menghantui, apakah bisa dia melewatinya. Segera saja kuberikan
minuman “ayo sayang, minum dulu biar kuat.”
Sudah lebih 50 menitan terus
dicoba tetapi selalu gagal, saya lihat tenaganya sudah mulai habis. Saya salut
kepada bidan yang menolong, mereka selalu menyemangati istri saya. “Ayo ibu,
ibu pasti bisa. Coba lagi ngeden, kasian bayinya bu.” Sayapun lihat isti
mengeden dengan sisa tenaga. Ngedenya cukup lama, mungkin sekitar beberapa
detik.
Tidak sia-sia, kepala sudah
keluar. “Ayo sayang, coba lagi” pintaku. Diapun melanjutkan ngedennya akhirnya
dengan suara yang memecah ruangan, anak kami pertama keluar. “Alhamdulillah,
akhirnya dia menghirup udara dibumi.”
Kukecup kening istriku, kulihat dia
tersenyum pucat. Kulihat bidan lalu mengambil dan memotong ari-arinya. Bayi
dibersihkan dengan hanya mengelap dan menyelimutinya.
“Akhirnya kami punya keturunan
yang melanjutkan doa-doa, kami terhadapmu ya Allah” ujarku dalam hati.
Sungguh pengalaman yang tak bisa
saya lupakan, begitu besar perjuangan dia. Dia harus meregang nyawa untuk
mengantarkan manusia ke bumi ini. Sungguh benar, bahwa surga itu dibawah
telapak kaki ibu. Semoga kejadian ini membawa kita lebih taat kepada Allah SWT,
bahwa kita tidak mampu berbuat apa-apa tanpa bantuanNYA.
Terima kasih istriku.... I Love U
muahhh.....
3 comments:
aku juga ingin rasanya mempunyai pengalaman seperti ini...
terlalu indah bagiku mungkin, jadi belum Dia berikan padaku..
sabar aii mbak... samping kantorku aja ada lulusan mesir yang juga imam besar di sini, hampir sepuluh tahun baru dapat momongan. katanya seluruh doa sudah disampaikan.. pokoknya semua doa.. ehh akhirnya dia dapet jg. selama masih umur masih ada, semua pasti bisa terjadi...
semoga dimudahkan segala urusan dan diijaba semua doa... aminnnn
Amin ya rabb...
eniwei, aku udah 13 tahun hampir menjelang 14 tahun belum dapet :)
bersyukurlah kau dan temanmu itu.. karena karunia ini tidak semudah membalikkan telapak tangan memilikinya...terutama bagiku..
semoga diberikan kesehatan si dedek..
Post a Comment