Sudah lama saya, ingin sekali
pergi ke Tanah Grogot. Kabupaten yang juga berada di Kalimantan timur. Kalimantan
jarak antar kota, tidak seperti di pulau jawa. Jarak yang cukup jauh, kadang
kelelahan selama perjalanan. Walaupun sudah 28 tahun tinggal di Kaltim, rasanya
mengunjungi kabupaten dan kota baru hitungan jari.
Teman saya berkelakar “lebih baik
ke jepang, dari pada ke Tanah Grogot. Nyampe di jepang lebih duluan”.
Hahahahaha.. saya pikir bener juga, kami mulai perjalanan dari Bontang ke
Samarinda dengan menggunakan Kijang innova. Dilanjutkan ke Balikpapan dan
dilanjutkan menggunakan kapal penyeberangan fery ke Penajam. Tiba di Penajam
harus menempuh perjalanan selama 3 jam lagi ke Tanah Grogot.
Pengalaman kemaren ke Tanah
Grogot, yang sedikit membuat “emosi” ketika berada di Penyeberangan Kapal Fery.
Kami tiba di Balikpapan sekitar pukul 09.30 pagi. Melihat antrian mobil dan
truk mengular panjang. Terpaksa kami harus “nongkrong” dulu di bawah pohon atau
di warung dari pada didalam mobil. Suhu kalimantan yang rata-rata 38-40 derajat
celcius, bisa buat kepala mendidih ketika berhadapan kondisi ini.
Hampir 5 jam, baru akhirnya kami
bisa sampai di atas fery. Sudah mati gaya menunggul. Truk besar mendominasi di
pelabuhan, karena jalur yang kami lalui adalah jalur menuju Banjarmasih.
Sementara jalan satu-satunya melalui jalur ini, jika memutar sangat jauh dan jalan
rusak sehingga lebih baik mengantri.
Kapal fery membutuhkan waktu 2 jam untuk
menyebrangkan kami ke Kabupaten Penajam. Pelabuhan berada didalam teluk
balikpapan, sementara penajam berada di
muara sehingga membutuh waktu yang cukup lama. Jika menggunakan speed boat dari
Balikpapan kota, hanya butuh waktu 25 menit saja.
Setelah sampai di Pelabuhan penajam
dilanjutkan langsung menuju Tanah Grogot. Dikanan dan kiri jalan yang dilalui
hanya perkebunan kelapa sawit dan akar belukar. Kegagahan hutan borneo yang
dahulu dibanggakan sudah hampir tak ada. Ketika hutan sudah abis, tambang dalam
tanah lagi yang dikeruk.
Tiba di Tanah Grogot, malam hari. Lampu jalan
yang menyala dan menjulang tinggi terkesan Kabupaten ini sangat indah. Taman yang
dihiasi dengan lampu warna warni dan juga jembatan lengkung yang menunjukkan
keanggunannya. Kelelahan yang kami alami selama perjalanan, mungkin karena
dehidrasi akibat panasnya menunggu di pelabuhan. Saya langsung tidur malam itu
dan terkapar diranjang, sementara si El juga langsung bobo dengan nyenyaknya.
Keesokan harinya, pagi saya dan
teman-teman ada pekerjaan sedikit. Kami mengunjungi calon-calon RT yang akan
menjadi bank sampah di Kabupaten Paser. Yang menbuat aneh, hampir semua kantor
pemerintahan berwarna ungu, bahkan lapangan upacara di Kantor Kabupaten di cat
berwarna ungu. Sayapun bertanya kepada salah satu warga “Kenapa warnanya ungu
semua” kata salah satu warga “ungu itu warna gabungan 2 partai koalisi
pendukung Bupati sekarang.” Saya hanya melongo keheranan. Dahulu menurut
penuturan masyarakat setempat semua berwarna hijau. Saat ganti penguasa warna hijaupun berganti menjadi ungu.
Agak heran memang kenapa harus
warna ungu. Bukanlah warna ungu terkesan girli banget. Hehehehe.. Apakah
bupatinya punya sisi kewanitaan yang dalem. Hehe.. Bahkan pembatas jalanpun
yang biasa berwarna hitam putih diubah menjadi putih ungu.
Otonomi daerah memang membawa
perubahan yang sangat” aneh.” Para “raja-raja kecil” daerah seolah “kreatif”
dalam memimpin atau memang mereka menunjukkan bahwa mereka adalah raja yang
patut untuk dituruti.
Kalau saya boleh meminjam kata-kata Alay, "Jadi, gw harus ngomong Wow gitu"... hehehehehe...
2 comments:
ngomong wownya sambil koprol ga?..:D
lucu banget ya kotanya ungu semua, apa bupatinya cewe kali?
jangan-jangan tiap hari jumat seragamnya ungu, bukan batik..:D
hahahaha.... bupatinya laki2... emang pada lucu nih bupati-bupati didaerah... aya aya wae....
Post a Comment