Saya lihat dua
ibu-ibu dari Loktunggul saling melirik dan ada sesuatu yang disembunyikan lewat
senyum misterius mereka. Saya lalu bertanya “Ada apa bu, Kok senyum-senyum ?.”
Ibu tadi lalu menjawab “Ngak, kami berdua hanya senyum liat orang jualan,
kemarin ada jual lemari sampai kesini. Hari ini apalagi.” Timpal ibu satunya
“Dahulu jangankan berharap, membayangkan saja tidak pernah kalau kampung kami
akan seperti ini.”
Sudah dua bulan
jembatan yang menghubungkan dua kampung; yaitu Teluk Kadere dan Salantuko sudah
dapat digunakan masyarakat. Jika mengingat 5 bulan yang lalu, jembatan masih
menggunakan potongan kayu bakau yang disambung dan dipaku. Selama masih
menggunakan kayu bakau, jembatan ini berfungsi sebagai jembatan bagi anak yang
bersekolah.
Sulitnya akses
menuju kampung Salantuko dan Loktunggul yang hanya bisa dijangkau lewat laut. Membuat
masyarakat berinisiatif untuk membuat jembatan seadanya. Para fasilitator PNPM
Peduli menyebutnya “Jembatan Setan.” Nama tersebut pantas diberikan karena setiap
kali melewati, tubuh kita bergoyang akibat dari lenturnya kayu bakau yang
digunakan sebagai injakan. Sehingga banyak yang melewatinya teriak histeris,
takut terjatuh.
Jika tak ada
jembatan, ketika air pasang datang. Anak-anak harus melepas baju seragam, sepatu,
tas dan menentengnya diatas kepala. Pemandangan yang sungguh menyedihkan di
Kota Bontang yang mempunyai APBD yang cukup besar di wilayah Kaltim. Tetapi
sekarang, pemandangan itu sudah berubah drastis. Jembatan saat ini terbuat dari
ulin dengan panjang 120 meter dan lebar 2,5
meter.
Kesulitan menuju
sekolahpun sudah tidak dirasakan jika harus melewati pohon mangrove. Sepeda
pelajarpun sudah tidak digendong lagi ketika harus melewati jembatan.
Yang membuat
ibu-ibu Salantuko dan Loktunggul tertawa geli adalah setiap hari selalu saja
ada penjual yang sampai keujung kampung untuk menjajakan dagangannya. Mulai
dari pedagang lemari, ember, pentol, es sampai sayur dan ikan. Dahulu
pemandangan seperti ini tidak pernah terbayangkan oleh masyarakat.
Yang tak kalah
menggembirakannya setiap sabtu minggu. Banyak turis lokal berwisata ke
Loktunggul dan Salantuko untuk memancing atau sekedar jalan-jalan. Lalu lalang
kendaraan bermotor sudah jadi pemandangan biasa ketika jembatan sudah
berfungsi.
Sungguh perubahan
sosial banyak terjadi ketika akses sudah terbuka. Masyarakat kedua kampung
sudah tak merasa terisolir dari pusat pemerintahan. Saat ini dikampung sudah
mulai banyak keluarga yang memiliki sepeda motor yang mereka gunakan sebagai
transportasi menuju kota. Sehingga akses pelayanan publik berupa kesehatan
dasar dapat dijangkau. apabila ada masyarakat yang sakit dapat segera berobat
di Puskesmas Bontang Lestari,
Semoga dengan
terbukanya akses. Kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat menjadi
meningkat.
No comments:
Post a Comment