#Tanya Jawab Quraish Shihab
Banyak kadang bertanya-tanya, apa sih nikah mut'ah itu. Dan bagaimana pandangan dalam agama, tentu mendapatkan jawaban dari yang faham tentang Alquran membuat dahaga akan keingin tahuan cukup terpuaskan. karena tidak jarang, kasus ini sering kita dengar didalam masyarakat.
Berikut saya ketik dari buku Tanya Jawab Quraish Shihab tentang Nikah Mut'ah.
Assalamuaikum Wr Wb, saya mohon penjelasan tentang nikah mut’ah. Apakah benar ada disebut dalam Alquran ?
Berikut saya ketik dari buku Tanya Jawab Quraish Shihab tentang Nikah Mut'ah.
Assalamuaikum Wr Wb, saya mohon penjelasan tentang nikah mut’ah. Apakah benar ada disebut dalam Alquran ?
Jawaban
Mut’ah
dalam pengertian bahasa adalah kenikmatan, kesenangan dan kelezatan. Nikah mut’ah
didefinisakan sebagai pernikahan dengan menetapkan batas waktu tertentu,
sehari, sebulan atay beberapa saja yang disepakati calon suami istri. Apabila batas
waktu tersebut berakhir, maka secara otomatis perceraian terjadi. Dan ketika
itu, sang istri harus melewati masa iddah selama dua kali suci jika yang
bersangkutan belum mengalami monopause, atau empat bulan sepuluh hari jika yang
bersangkutan memasuki monopause.
Sedangkan bila
suami meninggal sebelum masa pernikahan yang ditetapkan berakhir, maka masa
tunggunya adalah empat bulan sepuluh hari bila ia tidak hamil dan sampai
kelahiran bila ia hamil. Anak yang dilahirkan adalah sah dan tak berbeda
sedikitpun dengan anak yang lahir dari pernikahan biasa. Demikian penjelasan
Abdul Husain Syafruddin Al Muwasi, Ulama Syiah kenamaan.
Benar bahwa
ulama Syiah membolehkan seorang perempuan mengawinkan dirinya sendiri
sebagaimana ulama bermazhab Hanafi. Namun sebagaimana Mazhab Hanafi, mereka
juga mengharuskan adanya saksi dan mas kawin.
Tentu
kelompok Syiah mempunyai alasan-alasan antara lain Alquran surat An Nisa ayat
24. Kata Istamta’tun yang seakar dengan kata Mut’ah dipahami
sebagai wanita yang dinikahi secara mut’ah. Apalagi sahabat nabi Ibnu Abbas
Ubay bin Kaab membaca ayat tersebut dengan tambahan Ilaa ajalaen musamma (Sampai waktu tertentu) setelah kata fa maa istamta’tum. Menurut Ibnu Jarir
At Tahbary (Ulama Sunni) ayat tersebut diartikan bahwa mereka (istri) yang kamu nikmati maka berilah mas kawinnya.
Imam Al
Qurthuby, ulama Sunni, menulis dalam tafsirnya bahwa ayat diatas dipahami
sebagai ijin nikah mut’ah pada masa awal Islam. Tapi izin tersebut telah
dibatalkan. Memang ada sekian banyak hadist shahih yang membuktikan bahwa nikah
mut’ah pernah dilakukan sahabat Nabi SAW. Beliau tidak melarangnya tapi
kemudian dibatalkan. Pertanyaan yang muncul adalah siapa yang membatalkannya ?
ada yang berpendapat bahwa yang membatalkannya adalah Surat Al Mukminun (5-6)
yang menguraikan tentang keberuntungan kaum Mukmin yang memelihara kemaluan
kecuali terhadap istri dan budak wanita mereka. Disini tidak disebut nikah mut’ah
dan dengan demikian ayat inin melarangnya at dengan kata lain tidak menjadikan
nikah mut’ah sebagai salah satu cara yang dibenarkan untuk menyalurkan hawa
nafsu.
Ada juga
yang berpendapat bahwa yang membatalkan adalah Nabi SAW. Namun demikian disini sekali
lagi ditemukan pendapat tentang kapan pembatalan itu dilakukan. Ulama besar
mengemukakan sekian riwayat berbeda, namun kesimpulannya bagwa nikah mut’ah tidak
dibenarkan lagi. Ada juga yang mengatakan Umar bi Khattab-lah yang melarang
nikah mut’ah. Ini dijadikan dalih Ulama Syiah untuk tetap berpegang pada ayat
Alquran yang membolehkan.
Meski ulama
Sunni, melarang nikah mut’ah, mereka tetap membedakannya dengan perzinahan. Zina
secara pasti haram. Yang melakukannya diancam hukuman dera. Sedang nikah mut’ah
masih ada yang membolehkan.
Pada hakikatnya
nikah mut’ah tidak sejalan dengan tujuan pernikahan yang diharapkan Alquran
bahwa pernikahan itu hendaknya langgeng, sehidup, semati bahkan sampai kiamat.
Konon, tidak sedikit ulama Syiah yang juga tidak menganjurkan nikah mut’ah
karena merugikan kaum wanita. Wa AllahA’lam.
dalam Buku Kumpulan Tanya Jawab Quraish Shihab : Mistik, Seks dan Ibadah. Penerbit Republika.
No comments:
Post a Comment