Sunday 7 July 2013

Tetap semangat, jika masih punya Tuhan

Dampak kenaikan BBM sudah pasti dirasakan hampir semua kalangan, mulai dari anak kecil sampai orang jompo. Lo kok bisa, ya iyalah liat aja harga permen sudah naik, harga susu apalagi dan orang jompo bisa jadi perawatan gigi palsu bakal naik juga.

Kondisi ekonomi makin sulit, terlebih menjelang bulan Ramadhan. Kemarin mertua histeris ketika ingin membeli daging 1 kg sudah mencapai Rp.110.000. Katanya “Belum lebaran, sudah harga segini.” Agar tidak “kepohonan” terpaksa beli beberapa gram saja biar bisa ngerasain daging.

Beberapa waktu lalu, melihat pengumuman di stand ojek. Hurufnya ditulis diatas selembar kertas karton berbunyi “Karena BBM naik, harga ojek juga naik.” Weh kasian benar ibu rumah tangga, bukan lagi memutar otak. Bisa jadi banting setir agar belanja didapur cukup untuk makan, bayar listrik, bayar air, popok dan susu anak. Belum lagi assesorisnya seperti bedak, lipstik, farfum dan teman-temannya.

Patutlah saya maklumi walaupun sedikit, bagaimana orang rebutan menerima BLSM (Bantuan Langsung Sementara). Kantor Pos Bontang sudah seperti acara kondangan, tarup dihias dengan renda-renda berwarna ungu.  Motor berbagai jenis merk parkir dengan semrawut. Jalan macet, panas dan berdesakan. Koran harian kota Bontang memberitakan bahwa penerima BLSM banyak yang tidak layak, karena bukan termasuk golongan orang miskin. Buktinya sewaktu mengambil BLSM memakai motor dan perhiasan. Sementara banyak warga yang benar-benar miskin tidak mendapatkan jatah BLSM. Sungguh miris memang ditengah kondisi ekonomi serba sulit.

Tadi pagi saya bertemu dengan salah satu Ketua RT Selangan yang lokasi pemukimannya berada di atas laut. Saya tanya “Bagaimana kondisi dikampung pak ?.” “Serba sulit pak, ikan sulit didapat. Ditambah lagi harga BBM mahal” Jawabnya. “Berapa harga disana ?” timpal saya. “Bensin Rp.9000, kalau solar Rp.7.000” keluhnya. Harga di kota saja yang bensin eceran hanya Rp. 8.000, jika dikampung harganya sudah segitu, bagaimana nelayan bisa hidup layak. Kondisi ini juga sama dengan daerah pedalaman di Kalimantan.

Buah simalaka jika bersentuhan dengan BBM. Dimakan mati bapak, tidak dimakan mati ibu, begitu kira-kira perumpamaannya.

Hidup pasti sulit. Kata teman “Hidup itu memang sudah masalah, Jika tau mau menghadapi masalah jangan hidup.” (hehehehe kejam juga). Tapi selalu ada yang lebih kuasa, yang menguasai hidup dan yang pasti mempunyai BBM.

Bukan sok menggurui atau lebih alim, tapi sesulit apapun InsyAllah ada jalan. Dalam kolom Manufacturing Hopenya Dahlan Iskan, dia mengatakan begini “Di cina sangat jarang ditemui orang miskin yang meminta-minta, motto mereka Kaya Bermartabat dan Miskinpun Bermartabat.” Kata-kata bijak dari negeri yang kita anggap komunis dan tidak percaya tuhan. Padahal kita inikan bertuhan dan beragama.

Jadi kawan-kawan, easy going aja jika harga semua sedang naik. Mungkin kita diajarkan lebih hemat dalam mengkonsumsi yang tidak perlu. Saya teringat serila “Si Doel Anak Sekolahan” yang dahulu tayang sewaktu saya masih duduk di Sekolah Dasar. Bang Karyo yang diperankan Alm Basuki kira-kira bilang begini  “Mak Nyak, kalo barang pada naik ngak usah kwatir. Kalau dulu make gula 1 kg sekarang makenya ½ kg aja.” Saran yang lucu sekaligus bikin marah jika ini disampaikan para pejabat negeri.

Sudahlah suka tidak suka BBM sudah naik, hidup terus berjalan. Mobil dan motorpun harus "minum" BBM. Ya dinikmati saja. Banyak-banyak syukur bagi yang tinggal di kota. Kasian saudara-saudara kita yang tinggal dipedalaman. Koran Tribun Kaltim saja pagi (08/07) ini memberitakan di Kabupaten Malinau Kalimantan Timur. Warga harus antri bensin sampai 2,5 jam dan hanya mendapat 2,5 ltr. Mau beli saja susah... 

So..... tetap semangat, jika kita masih punya Tuhan... Selamat Hari Senin... 




No comments: