Dampak kenaikan
BBM sudah pasti dirasakan hampir semua kalangan, mulai dari anak kecil sampai orang
jompo. Lo kok bisa, ya iyalah liat aja harga permen sudah naik, harga susu
apalagi dan orang jompo bisa jadi perawatan gigi palsu bakal naik juga.
Kondisi ekonomi
makin sulit, terlebih menjelang bulan Ramadhan. Kemarin mertua histeris ketika ingin membeli
daging 1 kg sudah mencapai Rp.110.000. Katanya “Belum lebaran, sudah harga
segini.” Agar tidak “kepohonan” terpaksa beli beberapa gram saja biar bisa
ngerasain daging.
Beberapa waktu
lalu, melihat pengumuman di stand ojek. Hurufnya ditulis diatas selembar kertas
karton berbunyi “Karena BBM naik, harga ojek juga naik.” Weh kasian benar ibu
rumah tangga, bukan lagi memutar otak. Bisa jadi banting setir agar belanja
didapur cukup untuk makan, bayar listrik, bayar air, popok dan susu anak. Belum
lagi assesorisnya seperti bedak, lipstik, farfum dan teman-temannya.
Patutlah saya
maklumi walaupun sedikit, bagaimana orang rebutan menerima BLSM (Bantuan Langsung
Sementara). Kantor Pos Bontang sudah seperti acara kondangan, tarup dihias
dengan renda-renda berwarna ungu. Motor berbagai
jenis merk parkir dengan semrawut. Jalan macet, panas dan berdesakan. Koran
harian kota Bontang memberitakan bahwa penerima BLSM banyak yang tidak layak,
karena bukan termasuk golongan orang miskin. Buktinya sewaktu mengambil BLSM
memakai motor dan perhiasan. Sementara banyak warga yang benar-benar miskin
tidak mendapatkan jatah BLSM. Sungguh miris memang ditengah kondisi ekonomi
serba sulit.
Tadi pagi saya
bertemu dengan salah satu Ketua RT Selangan yang lokasi pemukimannya berada di
atas laut. Saya tanya “Bagaimana kondisi dikampung pak ?.” “Serba sulit pak,
ikan sulit didapat. Ditambah lagi harga BBM mahal” Jawabnya. “Berapa harga
disana ?” timpal saya. “Bensin Rp.9000, kalau solar Rp.7.000” keluhnya. Harga di
kota saja yang bensin eceran hanya Rp. 8.000, jika dikampung harganya sudah segitu,
bagaimana nelayan bisa hidup layak. Kondisi ini juga sama dengan daerah
pedalaman di Kalimantan.
Buah simalaka
jika bersentuhan dengan BBM. Dimakan mati bapak, tidak dimakan mati ibu, begitu
kira-kira perumpamaannya.
Hidup pasti
sulit. Kata teman “Hidup itu memang sudah masalah, Jika tau mau menghadapi
masalah jangan hidup.” (hehehehe kejam juga). Tapi selalu ada yang lebih kuasa,
yang menguasai hidup dan yang pasti mempunyai BBM.
Bukan sok
menggurui atau lebih alim, tapi sesulit apapun InsyAllah ada jalan. Dalam kolom
Manufacturing Hopenya Dahlan Iskan, dia mengatakan begini “Di cina sangat
jarang ditemui orang miskin yang meminta-minta, motto mereka Kaya Bermartabat
dan Miskinpun Bermartabat.” Kata-kata bijak dari negeri yang kita anggap
komunis dan tidak percaya tuhan. Padahal kita inikan bertuhan dan beragama.
Jadi kawan-kawan,
easy going aja jika harga semua sedang naik. Mungkin kita diajarkan lebih
hemat dalam mengkonsumsi yang tidak perlu. Saya teringat serila “Si Doel
Anak Sekolahan” yang dahulu tayang sewaktu saya masih duduk di Sekolah Dasar. Bang Karyo yang diperankan Alm Basuki kira-kira bilang begini “Mak Nyak, kalo barang pada naik ngak usah
kwatir. Kalau dulu make gula 1 kg sekarang makenya ½ kg aja.” Saran yang lucu
sekaligus bikin marah jika ini disampaikan para pejabat negeri.
Sudahlah suka tidak suka BBM sudah naik, hidup terus berjalan. Mobil dan motorpun harus "minum" BBM. Ya dinikmati
saja. Banyak-banyak syukur bagi yang tinggal di kota. Kasian saudara-saudara
kita yang tinggal dipedalaman. Koran Tribun Kaltim saja pagi (08/07) ini memberitakan di Kabupaten Malinau Kalimantan Timur. Warga harus antri bensin sampai 2,5 jam dan hanya mendapat 2,5 ltr. Mau beli saja susah...
So..... tetap
semangat, jika kita masih punya Tuhan... Selamat Hari Senin...
No comments:
Post a Comment